Biaya Susut Rp 5 Triliun, Proyek Kereta Cepat Rampung Mei 2019

Yura Syahrul
17 Maret 2016, 06:00
No image

KATADATA - Sempat terkatung-katung selama dua bulan sejak peletakan fondasi pertama (groundbreaking) oleh Presiden Joko Widodo, proses pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akhirnya mulai menemukan titik terang. Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan memberikan izin atau konsesi penyelenggaraan megaproyek tersebut kepada PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC).

Pada Rabu malam (16/3), Direktur Utama KCIC Hanggoro Budi Wiryawan dan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwi Atmoko meneken perjanjian konsesi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Acara yang tertunda selama beberapa jam itu disaksikan oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan.

Penandatanganan dilakukan setelah Kementerian Perhubungan dan KCIC menyepakati nilai investasi dan sumber pendanaan serta ruang lingkup perjanjian konsesi. Sumber pendanaannya dari investasi swasta, yang tanpa uang negara dari Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sedangkan nilai investasi atau biaya proyeknya sebesar US$ 5,13 miliar. Nilainya menurun dari rencana awal yang sebesar US$ 5,5 miliar. Artinya, pengurangannya sebesar US$ 370 juta atau hampir Rp 5 triliun.

Hanggoro menjelaskan, penurunan nilai proyek tersebut karena trayek (trase) yang digunakan adalah stasiun Halim di Jakarta dan Tegalluar di Bandung. Sebelumnya, trayek kereta cepat itu Gambir-Tegalluar. Alhasil, ada pengurangan panjang trayek dari 150 kilometer menjadi 142 kilometer. “Kurang lebih biaya pembangunan 8 kilometer (dari Gambir ke Halim) yang kami potong," katanya seusai penandatanganan perjanjian konsesi di Jakarta, Kamis (16/3).

Sementara itu, ruang lingkup perjanjian konsesi mencakup sembilan poin. Pertama, pembangunan, pengoperasian, dan pengusahaan prasarana. Kedua, pengadaan, pengoperasian, perawatan, dan pengusahaan sarana.

Ketiga, masa konsesi selama 50 tahun sejak 31 Mei 2019, dan tidak dapat diperpanjang kecuali dalam keadaan kahar. Jadi, hitungan masa konsesi dimulai sejak proyek tersebut rampung dan beroperasi. Padahal, sebelumnya pemerintah bersikukuh masa konsesi dihitung mulai dari izin pengelolaan atau izin pembangunan diberikan.

(Baca: Jonan Minta KCIC Beli Semua Lahan untuk Kereta Cepat

Keempat, pembangunan prasarana kereta api cepat paling lama tiga tahun sejak izin pembangunan prasarana dikeluarkan. Kelima, pada akhir masa konsesi, semua prasarana perkeretaapian kereta cepat termasuk tanah yang dimiliki pemerintah dalam kondisi laik operasi dan bebas dari jaminan pihak ketiga.

Keenam, pendanaan proyek didanai oleh pihak ketiga dan jaminannya adalah hak penyelenggaraan proyek itu. Ketujuh, izin usaha dan izin pembangunan akan dikeluarkan setelah perjanjian ditandatangani. Kedelapan, perjanjian konsesi tunduk pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Kesembilan, penyelesaian perselisihan akan diselesaikan melalui Singapore International Arbitration Centre.

(Baca: Menteri Jonan: Tak Ada Kompromi Dalam Konsesi Kereta Cepat

Menurut Jonan, penandatanganan konsesi penyelenggaraan kereta cepat ini membuat beban yang dipikul KCIC telah banyak berkurang. Dalam satu pekan atau dua pekan ke depan, dia pun berharap konsorsium yang beranggotakan empat perusahaan BUMN dan pemodal asal Cina ini bisa merampungkan proses izin usaha dan izin pembangunan. "Saya minta KCIC proaktif dalam menyerahkan dokumen," katanya.

(Baca: KCIC Minta Konsesi Kereta Cepat Mulai Berlaku 2019)

Jonan juga mengingatkan konsesi akan mulai berlaku pada tanggal 31 Mei 2019. Jadi, KCIC harus memacu proses pembangunan proyek itu. "Kalau molor risikonya masa waktu konsesi KCIC akan tergerus," katanya.

Sedangkan Hanggoro mengakui, perjanjian konsesi ini merupakan bekal utama KCIC untuk mencairkan pinjaman dari China Development Bank (CDB). Porsi pinjamannya sebesar 75 persen dari total nilai proyek. Sedangkan sisanya ditanggung oleh anggota konsorsium KCIC yang terdiri dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Cina.

(Hermanto Dwiatmoko: Ada Politik di Belakang Kereta Cepat

Di sisi lain, Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sahala Lumban Gaol menjelaskan penyebab tertundanya penandatangan perjanjian selama beberapa jam. Menurut dia, penyebabnya adalah beberapa poin dalam perjanjian masih harus dilihat dari kacamata hukum sehingga memakan waktu. Namun, hal tersebut tidak menyangkut substansi perjanjian. "Sifatnya redaksional saja, tapi itu kan bahasa hukum dan formal drafting. Jadi perlu ketelitian juga.”

Reporter: Ameidyo Daud Nasution

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...