Moratorium Pembukaan Lahan, BPDP Sawit: Tunggu Arahan Presiden
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan sedang menyiapkan aturan penundaan pembukaan lahan sawit baru. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP Sawit) mengaku belum mengetahui seperti apa aturan tersebut, karena selama ini pun perusahaan sawit kesulitan membuka lahan baru.
Direktur Utama BPDP Sawit Bayu Krisnamurthi mengatakan secara prinsip, pihaknya akan mendukung pelestarian hutan dan lingkungan. Namun, dia mengaku masih belum paham seperti apa arahan Jokowi terkait moratorium lahan ini. “Nanti kalau sudah keluar teknisnya baru kita bisa lihat kira-kira apa yang dimaksud dengan arahan beliau,” ujar Bayu saat acara temu media di Kantornya, Gedung Graha Mandiri, Jakarta, Senin (18/4).
Sepengetahuan Bayu, saat ini Indonesia tengah menjalani moratorium terkait pembukaan lahan. Sejak 2011, perusahaan sawit kesulitan membuka lahan baru. Hanya saja moratorium ini tidak berlaku pada lahan yang memang telah mendapat persetujuan dan memang di peruntukan bagi lahan perkebunan sawit. (Baca: Pemerintah Minta Negara Maju Beli CPO dengan Harga Premium)
Aturan yang dimaksud Bayu adalah soal moratorium penggunaan lahan hutan dan gambut yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 2011. Aturan ini pun diperbarui oleh Jokowi dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 8/2015 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut.
Bayu mengaku tidak mengetahui seperti apa aturan moratorium yang sedang disiapkan Jokowi saat ini. Apakah akan menutup pembukaan lahan sawit seluruhnya, termasuk lahan yang sudah diperuntukan untuk sawit atau tidak. Dia juga tidak mengetahui apa alasan sesungguhnya presiden merencanakan hal ini.
Menurutnya, kurang relevan jika aturan ini dikaitkan dengan kasus kebakaran hutan. “Berdasarkan laporan C4 dan Global Forest Watch tahun 2015, kebakaran hutan Indonesia yang terkait sawit hanya 10 persen,” ujarnya. Belum jelasnya teknis dan alasan moratorium ini membuat BPDP Sawit belum melakukan apa-apa.
Sebelumnya, Jokowi menyatakan akan mengeluarkan aturan untuk menunda pambukaan lahan baru untuk sawit dan pertambangan. Hal ini diungkapkan Jokowi saat menghiri acara Gerakan Nasional Penyelamatan Tumbuhan dan Satwa Liar, di Kepulauan Seribu, Kamis pekan lalu (14/4). (Baca: Cegah Kebakaran Hutan, Gapki Minta Dana Sawit untuk Petani Kecil)
Jokowi menilai lahan kelapa sawit yang telah ada saat ini sudah cukup, dan dapat ditingkatkan lagi kapasitas produksinya dengan memaksimalkan potensi yang ada. "Lahan yang sekarang sudah ada asal bibitnya itu betul, bibitnya benar, sudah mungkin produksi bisa lebih dari dua kali. Ini kalau bisa dikerjakan (produksi) itu bisa naik," ujarnya.
Saat ini jumlah total lahan yang digunakan untuk perkebunan sawit sekitar 10-11 juta hektare. Adapun produktivitasnya hanya 2-4 ton per hektare. Padahal produktivitas sawit sebenarnya bisa digenjot hingga 6-8 ton per hektare. Artinya produksi sawit masih bisa ditingkatkan tanpa perlu menambah lahan baru.
Terlepas dari alasan dan seperti apa bentuk moratorium ini nantinya, BPDP Sawit tetap berkomitmen untuk turut mensejahterakan petani sawit kecil. Menurut Bayu, pihaknya telah melakukan banyak hal untuk meningkatkan produktivitas dan membantu pengembangan sawit bagi petani kecil.
Salah satunya program peremajaan lahan sawit dalam bentuk dukungan keuangan. “BPDP Sawit telah memberikan dukungan keuangan untuk 2 koperasi petani di Riau dengan lahan 670 hektar dan 375 petani, bekerja dengan dua Bank. Lalu, 2 koperasi di Musi Bayuasin,” ujar Bayu. (Baca: Program Peremajaan Akan Membuat Harga Sawit Naik)
Program lainnya, terkait riset dan pengembangan sawit yang anggarannya mencapai Rp 62 miliar. Sepanjang kuartal I tahun ini, ada 46 kegiatan riset senilai Rp 46 miliar. BPDP Sawit juga meminta riset khusus, yaitu pembuatan bahan pemadam kebakaran berbasis minyak sawit dan bioethanol dari batang sawit yang sudah tua.
Demi memajukan pengetahuan mengenai sawit, BPDP Sawit mengadakan pelatihan bagi 270 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di 12 provinsi. Ada juga beasiswa berbentuk pelatihan satu tahun bagi 300 penjaga perkebunan sawit. BPDP sawit juga mengundang media dan opinion maker Rusia dan Perancis untuk melakukan promosi sawit Indonesia. Terakhir, BPDP Sawit juga meluncurkan sistem pembayaran elektronik agar semua transaksi dapat tercatat.