Pemerintah Bidik Tahun Depan Titik Balik Perekonomian Nasional
Meski tahun ini baru berjalan empat bulan, pemerintah mulai menyusun rencana pembangunan dan anggaran negara tahun depan. Upaya ini untuk mencapai target pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyatakan, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2017 berkisar 5,5 persen hingga 5,9 persen. Target itu lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diperkirakan maksimal mencapai 5,3 persen. Pertumbuhan tahun depan tersebut diharapkan menjadi titik balik kondisi perekonomian Indonesia, yang selama dua tahun terakhir ini memang cenderung melambat.
"Akan ada titik balik perekonomian kita," kata Mardiasmo dalam Musyawarah Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2016 di Jakarta, Rabu (20/4). Acara yang pada tahun ini tidak dipimpin oleh Presiden Joko Widodo dan berlangsung hingga 11 Mei tersebut, memang membahas penyusunan rencana pembangunan tahun 2017.
Selain memasang target pertumbuhan hingga 5,9 persen, pemerintah juga berharap laju inflasi tahun depan mencapai 4 persen, plus minus satu persen. Angka ini lebih rendah dari proyeksi inflasi tahun 2016 yang sebesar 4,7 persen.
(Baca: Bank Dunia: Pertumbuhan Indonesia Tergantung Paket Ekonomi)
Meski memasang target optimistis, Mardiasmo mengingatkan ekonomi Indonesia masih menghadapi tantangan pada tahun depan. Antara lain, produksi siap jual (lifting) minyak 2017 diperkirakan hanya mencapai 740 ribu hingga 750 ribu barel per hari. Jumlahnya lebih kecil dibandingkan realisasi lifting minyak per Maret lalu yang sudah sebesar 785 ribu barel per hari. Sementara itu, pemerintah mematok lifting gas sebesar 1.050 hingga 1.150 barel setara minyak per hari, atau turun dari 1.234 barel setara minyak per hari.
Bukan hanya itu, Mardiasmo pun menyebut tantangan dari luar negeri yang bakal dihadapi Indonesia. "Tantangan lainnya adalah ekonomi Jepang yang masih tertahan, perlambatan ekonomi Cina, serta suku bunga The Fed yang kemungkinan naik Juni mendatang," katanya. (Baca: Bank Mandiri: Pertumbuhan Ekonomi 2016 Paling Tinggi Hanya 5 Persen)
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil memperkirakan postur belanja pada 2017 tidak banyak berubah dibandingkan tahun ini. Penyebabnya, kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang belum dapat diandalkan secara penuh karena potensi pajak belum digali maksimal.
Sofyan menjelaskan, saat ini rasio pajak di Indonesia belum mencapai rasio ideal yaitu sebesar 16 persen. Sembari mencapai rasio pajak ideal itu, pemerintah perlu membuat langkah-langkah menjaga penerimaan negara di tengah rendahnya harga komoditas dan minyak dunia. Selain itu, perlambatan ekonomi global yang turut menciutkan ekspor Indonesia. Salah satu upaya tersebut, Mardiasmo menambahkan, kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty diperlukan untuk menambah penerimaan pajak.
Di sisi lain, seretnya penerimaan negara menyebabkan perlunya penajaman usulan-usulan dari kementerian dan lembaga, maupun pemerintah daerah. "Jadi kita harus menetapkan prioritas, mengingat (kondisi fiskal) 2017 tidak akan jauh berbeda dari tahun ini," ujar Sofyan.
(Baca: Indonesia Pimpin Pertumbuhan Ekonomi Asia)
Jika kementerian, lembaga serta pemerintah daerah mampu memberi usulan yang jelas, maka sumber pendanaan yang memadai akan terlihat untuk mencapai sasaran pemerintah tahun depan. Sofyan menyebut pemerintah akan menyerahkan beberapa proyek komersial kepada swasta. Dengan demikian, APBN akan disalurkan untuk hal-hal yang bersifat nonkomersial.
Penajaman program tersebut penting untuk mencapai sasaran pembangunan dalam waktu dekat. "Jangan ada lagi kata-kata yang tidak jelas agar kami (Kementerian Keuangan) dan Bappenas mudah memilah program dan anggarannya," kata Mardiasmo.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, rentang defisit anggaran tahun depan berkisar 2,3 hingga 2,6 persen. Rentang maksimum 2,6 persen tersebut akan dimanfaatkan untuk menunjang program pembangunan pemerintah daerah jika harus menggunakan dana pinjaman. "Masih ada ruang fiskal sekitar 0,4 persen," ucapnya.