Tujuh Aturan Penting Menteri Soal Aplikasi Transportasi

Maria Yuniar Ardhiati
25 April 2016, 07:54
Ignasius Jonan
Arief Kamaludin|KATADATA
Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan

Aksi unjuk rasa yang berujung kisruh pada 22 Maret silam menjadi klimaks serangkaian protes dari industri taksi di Indonesia yang meminta penyedia jasa aplikasi transportasi seperti Uber dan Grab dicekal. Namun, Kementerian Perhubungan tetap mengizinkan Grab dan Uber beroperasi sembari menyusun peraturan untuk perusahaan taksi, penyedia jasa rental mobil serta perusahaan teknologi transportasi.

Pekan lalu pemerintah menerbitkan payung hukumnya yang digodok sejak Maret 2016, yaitu Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. (Baca: Pemerintah Akan Kontrol Tarif Uber dan Grab Car).

Advertisement

Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menyatakan ada beberapa bagian dari peraturan baru ini yang menjadi perhatian khusus para pengemudi sebagai mitra mereka. Bahkan, peraturan itu dianggap bisa mempengaruhi model bisnis dalam industri perusahaan aplikasi penyedia jasa transportasi.

“Kami berharap pemerintah juga mendengarkan dan mempertimbangkan aspirasi para pengemudi yang menjadi mitra kami, serta bersama-sama mencari solusinya,” ujar Ridzki seperti dilansir Tech in Asia, Sabtu, 23 April 2016.

Di satu sisi, peraturan setebal 75 halaman ini mengakhiri perdebatan mengenai legalitas perusahaan aplikasi jasa transportasi. Di sisi lain, peraturan itu menghadirkan berbagai tantangan baru bagi perusahaan startup.

Ada tujuh poin penting dari peraturan Menteri Perhubungan tersebut. (Ekonografik: Aturan "Pengikat" Taksi Online)

1. Tidak memerlukan pelat kuning

Salah satu permintaan perusahaan-perusahaan taksi selama unjuk rasa beberapa waktu lalu adalah ketaatan Uber dan Grab terhadap peraturan mengenai kendaraan umum yang berlaku, seperti halnya taksi. Uber dan perusahaan sejenis lainnya sudah mengklaim bukan merupakan perusahaan transportasi umum dan para pengemudi mereka menyediakan jasa serupa rental mobil pribadi.

Peraturan ini pun menghadirkan istilah “angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek” sebagai jalan keluar dilema saat ini. Hal itu menjadikan taksi dengan argo meter dan mobil rental masuk kategori yang sama –bukan transportasi umum maupun pribadi.

Istilah “kendaraan umum” diartikan sederhana sebagai “kendaraan yang dibayar penumpangnya”. Kendaraan umum tidak perlu menggunakan pelat kuning layaknya angkutan umum seperti bus kota. Namun saat ini taksi menggunakan pelat kuning. Dengan demikian, peraturan Menteri Perhubungan tersebut akan membuat aturan mengenai pelat kuning ini tidak berlaku lagi.

2. Uber dan Grab tidak bisa bekerja langsung dengan pemilik mobil pribadi

Ini adalah hambatan terbesar bagi Uber dan perusahaan sejenis lainnya di Indonesia. Mereka tidak diizinkan bermitra langsung dengan pemilik mobil pribadi. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan itu, perusahaan aplikasi penyedia teknologi untuk transportasi pribadi harus bekerjasama dengan pengemudi dari perusahaan transportasi yang telah terdaftar, seperti perusahaan rental mobil. Poin ketiga berikut ini akan menjelaskannya.

3.Pengemudi harus dinaungi perusahaan rental mobil

Pengemudi yang ingin bekerja untuk perusahaan aplikasi harus berada di bawah perusahaan rental mobil. Ketentuan ini membuat calon pengemudi mesti melewati banyak tahapan untuk bisa bergabung dengan Uber maupun Grab. Mereka harus mendaftarkan kendaraan mereka ke perusahaan rental mobil. Proses ini memerlukan pemeriksaan kendaraan untuk aspek keselamatan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement