Atasi Kelesuan Ekonomi, IDB Didorong Perbesar Dana Infrastruktur
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo meminta Bank Pembangunan Islam, Islamic Development Bank (IDB), meningkatkan investasi infrastruktur di negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia. Anggota IDB menghadapi hambatan keuangan global untuk membiayai sektor ini.
Di sisi lain, pembangunan infrastruktur diperlukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan di tengah lesunya ekonomi global. Apalagi mayoritas negara IDB merupakan penghasil minyak dan gas yang sedang tertekan oleh penurunan harga komoditas tersebut. (Baca juga: IDB Tawarkan Utang Rp 66 Triliun).
“Peningkatan investasi infrastruktur oleh IDB penting bagi negara anggota. Ketersediaan infrastruktur yang memadai bisa memfasilitasi pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan,” kata Agus pada Sidang Tahunan ke-41 IDB di Jakarta, Rabu malam, 18 Mei 2016.
Dalam dua tahun terakhir, IDB sudah meningkatkan bantuan finansial dari US$ 10,7 miliar pada 2014 menjadi US$ 12,1 miliar pada tahun lalu. Agus berharap, lembaga ini bisa memperkuat kapasitas dukungannya melalui kerja sama International Organizations (IOs) dan lembaga filantropi. Selain itu mengoptimalisasi neraca keuangan atau balance sheet IDB.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur sejalan dengan lima pilar strategis dari 10 Years Strategic Framework IDB dan arah kebijakan pemerintah Indonesia. Pertama, pengembangan produk dan pasar dengan tujuan menciptakan produk keuangan syariah dan instrumen likuiditas untuk pendalaman pasar keuangan. Kedua, pengembangan sumber daya manusia dan market enpowerment dengan meningkatkan kualitas pendidikan. (Lihat pula: Indonesia Dorong Pembentukan Bank Infrastruktur Syariah)
Pilar ketiga, memperkuat pengawasan framework. Keempat, dukungan pembiayaan infrastruktur untuk sektor riil dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Terakhir, mempromosikan struktur industri yang lebih efisien dengan partisipasi aktif keuangan syariah global dan memperkuat kerja sama dengan institusi internasional.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, IDB menawarkan pinjaman untuk tiga proyek senilai US$ 870,9 juta atau setara Rp 11,5 triliun. Nilai ketiga proyek, yang masuk dalam program kemitraan strategis negara anggota (Member Country Partnership Strategy/MCPS) 2016-2020, itu menurun dibanding MCPS 2014-2019 sebesar US$ 5,2 miliar atau setara Rp 68,6 triliun. (Baca: IDB Tawarkan Pinjaman Tiga Proyek Rp 11,5 Triliun).
Presiden IDB Ahmad Mohamed Ali Al-Madani -sebelum digantikan Bandar bin Mohammed- mengatakan selain pinjaman proyek fisik dan program sosial, lembaganya menyalurkan pinjaman kredit ekspor kepada seluruh pelaku usaha di negara anggota. Hal ini untuk meningkatkan aktivitas perdagangan antar negara anggota IDB. Total dana yang disalurkan IDB mencapai US$ 113 miliar atau Rp 1.492 triliun sejak berdiri.
“Kami akan terus mendorong ekonomi Islam untuk mencapai kesejahteraan ekonomi, membangun perangkat moneter yang bisa mengintegrasikan seluruh elemen keuangan masyarakat,” katanya. “Juga mengetaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran.” (Baca pula: Ironis, Keuangan Syariah Lebih Berkembang di Inggris dari Indonesia).
Untuk diketahui, IDB merupakan lembaga pembiayaan pembangunan internasional yang didirikan sebagai tindak lanjut dari deklarasi yang dicetuskan dalam Konferensi Menteri Keuangan Negara-Negara Islam di Jeddah, Arab Saudi pada Desember 1973. Saat itu tengah terjadi konflik antara negara Timur Tengah dan Israel sehingga dibutuhkan bantuan dan kerja sama untuk membantu negara Muslim. Hingga saat ini jumlah anggotanya mencapai 57 negara.
Perhelatan Sidang Tahunan IDB kali ini, yang ke-41, merupakan kedua kali bagi Indonesia menjadi tuan rumah setelah 1995. Pertemuan ini merupakan forum tertinggi IDB yang diselenggarakan setahun sekali dan dihadiri oleh anggota Dewan Gubernur IDB. Kegiatan ini bertujuan untuk membahas dan mengambil keputusan penting dan strategis guna memastikan IDB bisa membantu negara anggota dalam mensejahterakan rakyat.
Mengusung tema “Meningkatkan Pertumbuhan dan Mengentaskan Kemiskinan melalui Pembangunan Infrastruktur dan Keuangan Inklusif”, pertemuan kali ini fokus pada enam topik. Pertama, koordinasi dan kerja sama teknis untuk pembangunan antar negara-negara anggota. Kedua, inisiatif pembangunan ketahanan ekonomi bagi negara anggota.
Perhatian utama yang ketiga yaitu memajukan investasi syariah untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Keempat, pembiayaan syariah yang inovatif untuk pengentasan kemiskinan. Kelima, pasar syariah mikro bagi keuangan inklusif. Terakhir, pendekatan syariah dalam pendanaan infrastruktur.