Indonesia Dorong Pembentukan Bank Infrastruktur Syariah
Pemerintah berencana membahas kembali pembentukan bank infrastruktur syariah bernama World Islamic Infrastructure Bank (WIIB). Setelah “terlantar” sejak pertengahan tahun lalu, pembahasannya ditargetkan paling lambat dua pekan lagi untuk mengukuhkan pembentukan satuan tugas (task force).
Satuan tugas ini tercetus dari Bank Secretary Bank Pembangunan Islam (IDB) Ghassan Al-Baba pada bulan lalu. Pembentukan lembaga pembiayaan ini dinilai penting karena anggota IDB, yang terdiri dari 56 negara, membutuhkan dana besar untuk membangun infrastruktur. (Baca: Bank Pembangunan Islam Beri Utang Rp 68 Triliun untuk Infrastruktur).
“Meeting terakhir bulan lalu, disetujui akan diresmikan task force. Namun akan penting untuk nama-nama yang sudah di-submit untuk bicara tentang bank infrastruktur ini,” kata Ghassan saat media briefing Sidang Tahunan IDB ke-41 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, 11 Mei 2016. “Pembangunan WIIB penting bagi IDB karena mengikuti mandat, menjawab kepentingan relevan anggota.”
Sementara itu, Eksekutif Direktur IDB Isa Rachmatarwata mengatakan kesepakatan pembentukan gugus tugas dilakukan oleh menteri keuangan negara anggota IDB pada Spring Meeting di Washington DC, Amerika Serikat, pertengahan April lalu. Meski belum ada tanggap yang pasti, rencananya minggu ini hingga pekan depan akan ada pertemuan lanjutan.
Pendirian bank infrastruktur syariah diinisiasi oleh pemerintah Indonesia, Turki, dan IDB. Indonesia menyiapkan dana US$ 300 juta atau setara Rp 4 triliun sebagai penyertaan modal pendirian WIIB. Keterlibatan Indonesia, kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, karena dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur terbatas. Saat ini, Indonesia bersaing dengan Turki, negara di Semenanjung Anatolia itu untuk menjadi tuan rumah.
Pemanfaatan keuangan syariah untuk mendanai infrastruktur juga dibantu dengan komitmen pinjaman dari IDB. Tahun lalu, IDB menyediakan pendanaan infrastruktur di Indonesia US$ 5 miliar. Komitmen serupa diberikan untuk 2016. (Baca pula: Akan Ada Lembaga Pembiayaan Infrastruktur Syariah).
Bantuan tersebut merupakan bagian dari program kemitraan strategis negara-negara anggota (Member Country Partnership Strategy/MCPS) IDB. Pertama kali, IDB telah meneken komitmen pinjaman US$ 2,5 miliar untuk Indonesia. Namun, selama periode 2011-2014, pinjaman yang terserap masih US$ 1,9 miliar.
Meski begitu, IDB malah meningkatkan komitmen pinjamannya menjadi hingga US$ 5 miliar. Alasannya, Indonesia membutuhkan pendanaan dalam jumlah besar untuk membiayai pembangunan infrastruktur. (Lihat: RI, Turki, dan IDB Bentuk Bank Infrastruktur Syariah).
Menurut Direktur Departemen Investasi IDB Mohamed Hedi Mejai pada akhir tahun lalu, penambahan komitmen pinjaman itu merupakan buah dari kunjungan Presiden Joko Widodo ke Arab Saudi. “Kami meningkatkan dasar alokasi program MCPS di sejumlah negara. Bagi Indonesia, dari US$ 2 miliar menjadi lebih dari US$ 5 miliar,” katanya.