Kisruh Listrik Nias, PLN Berkukuh Tunggu Hasil Audit
PT Perusahaan Listrik Negara hingga kini belum membayar sisa tagihan sewa Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) milik PT American Power Rent (APR) Energy di Kualanamu, Medan. Direktur PLN Regional Sumatera Amir Rosidin menyatakan masih menunggu hasil audit eksternal.
Pemilihan auditor ini merupakan kesepakatan antara PLN dan APR. Namun lembaga pemeriksa tersebut belum menyelesaikan auditnya. Karena itu, PLN bersikeras tak membayar tagihan sisa uang sewa. “PLN khawatir di kemudian hari ada masalah,” kata Amir saat dihubungi Katadata, Jumat, 20 Mei 2016.
Menurutnya, dalam kontrak dengan APR disebutkan pembangkit listrik tersebut secara penuh digunakan oleh PLN untuk memasok listrik di daerah tersebut. Namun, pada tahun 2014, realisasi penggunaan rata-ratanya hanya 75 persen, sementara biaya sewa telah dibayarkan PLN penuh. (Baca: Hengkang dari Nias, PLN Tawar Pembangkit Listrik APR).
Tahun lalu, realisasi penggunaan mesin APR berkurang drastis, hingga hanya 22 persen. Oleh karena itu, PLN baru membayar separuh dari total tagihan yang dibebankan sembari menunggu hasil audit untuk mengetahui biaya sewa sebenarnya. Berkurangnya pemakaian mesin APR seiring pembangkit milik PLN di Pangkalan Susu mulai beroperasi penuh pada tahun lalu.
Sebelumnya, APR melayangkan surat terbuka bagi penduduk Nias. Surat itu berisi penutupan operasi secara permanen pembangkit listrik APR yang berkekuatan total 20 MW pada akhir bulan ini. Penyebabnya, mereka menuding PLN tidak membayar uang sewa. (Baca juga: Daerah Krisis Listrik, Jokowi Resmikan Pembangkit Terapung).
“Perusahaan itu tidak menghormati kontrak dengan kami. Tetapi PLN terus mengumpulkan uang dari penduduk Nias untuk listrik yang mereka gunakan,” kata John Champion, Ketua dan Chief Executive Officer APR dalam surat terbukanya. “APR tidak memiliki pilihan lain kecuali meninggalkan Nias pada akhir Mei.”
Ditemui secara terpisah, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Jarman mengatakan PLN harus memiliki rencana untuk mengantisipasi krisis listrik akibat hengkangnya APR. “Nias itu harus tetap nyala,” kata Jarman saat ditemui di Gedung Kementerian Energi, Jakarta, Jumat, 20 Mei 2016.
Rencana yang dimaksud yaitu PLN harus menyiapkan pembangkit listrik terpasang dan siap beroperasi memenuhi beban puncak kebutuhan listrik di Nias sebelum APR benar-benar hengkang dari daerah tersebut. Untuk itu, Kementerian mengirim perwakilan guna memantau perkembangan kelistrikan di Nias setiap hari.
Adapun PLN telah menyiapkan mesin pembangkit dengan total kapasitas 24 MW yang tersebar di Nias. Mesin pertama sebesar 13 MW telah melalui uji kelayakan, dan sebesar 5 MW berhasil masuk dalam sistem kelistrikan yang diperkirakan beroperasi secara maksimal pada 21 Mei. (Baca: PLN Janji Krisis Listrik di Nias Segera Teratasi).
Selain itu, mesin kedua sebesar 7 MW sedang dalam tahap instalasi pipa BBM, dan diperkirakan beroperasi pada 22 Mei. PLN juga menyiapkan mesin ketiga yang ditempatkan di Teluk Dalam dengan kapasitas 6 MW, diperkirakan akan beroperasi pada 29 Mei. Total jenderal, ada 26 MW dengan kapasitas cadangan 2 MW.
PLN juga tengah mempertimbangkan untuk membeli pembangkit listrik APR. Manager Senior Public Relation PLN Agung Murdifi berharap perusahaan asal Amerika Serikat itu segera memberikan spesifikasi mesin pembangkit. (Baca juga: BUMN Batal Garap Bendungan dan Pembangkit Listrik).
Setelahnya, akan ditindaklanjuti dengan uji tuntas (due diligence) dan penilaian (appraisal). “Kalau sudah ada detail spesifikasi, proses administrasi dan pembelian mesin akan lebih mudah. Mesin ini dapat meningkatkan pelayanan kelistrikan di Nias,” kata Agung dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis, 19 Mei 2016. “Dan kami sangat berharap kerjasama dari pihak APR,” ujarnya.
Namun hingga saat ini, kata Agung, APR belum merespons penawaran pembelian PLN. Adapun mesin milik APR berkapasitas 2 x 10 MW di Idanoi dan Moawo seharga US$ 11,5 juta.