Bangun Pembangkit Listrik di Indonesia Timur Butuh Rp 152 Triliun
Pemerintah tengah fokus membangun pembangkit listrik di berbagai daerah, khususnya di Indonesia bagian timur, yang memang masih banyak belum mendapat pasokan listrik. Namun, kebutuhan dana untuk membangun pembangkit listrik di Indonesia Timur dalam 10 tahun ke depan mencapai US$ 11,5 miliar atau setara dengan Rp 152 triliun. Jumlah itu belum termasuk biaya membangun transmisi listrik.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016 yang telah disahkan pemerintah Juni lalu, pemerintah bersama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memproyeksikan kebutuhan dana untuk membangun jaringan listrik di wilayah Indonesia Timur sejak 2016 hingga tahun 2025 mendatang mencapai US$ 21,7 miliar. "Rata-rata US$ 2,2 miliar (per tahun), tidak termasuk proyek IPP (Independent Power Plant atau pembangkit litsrik swasta)," kata manajamen PLN dalam RUPTL 2016-2025 yang sudah diteken Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said.
Perinciannya adalah untuk pembangkit listrik sebesar US$ 11,5 miliar, sistem penyaluran US$ 6 miliar dan sistem distribusi US$ 4,2 miliar. Mayoritas kebutuhan dana investasi untuk membangun pembangkit listrik itu terkonsentrasi pada tahun ini hingga tahun 2019. Yaitu sebesar US$ 1,4 miliar tahun ini dan US$ 2 miliar tahun depan. Lalu, US$ 2 miliar tahun 2018 dan menurun menjadi US$ 1,1 miliar pada 2019.
(Baca: Sukseskan Proyek 35 GW, DPR Setuju PMN Rp 13,5 Trilun ke PLN)
Hal ini sesuai dengan program percepatan pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) secara nasional, yang dicanangkan Presiden Joko Widodo sejak 2014 hingga 2019 nanti. Selain itu, pasca 2019 mendatang, proyek-proyek pembangkit listrik swasta akan semakin dominan.
Salah satu sumber pendanaan untuk pembangunan pembangkit listrik di Indonesia Timur itu dari Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diterima PLN. Pekan lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baru saja menyetujui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016 yang memuat alokasi penambahan PMN kepada PLN sebesar Rp 13,5 triliun.
(Baca: Jokowi Minta PLN Perbanyak Beli Listrik, Bukan Bangun Pembangkit)
Direktur Utama PLN Sofyan Basir berjanji, dana PMN ini akan digunakan untuk membangun kelistrikan daerah terpencil di Indonesia. PMN harus dilihat sebagai investasi jangka panjang demi meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia. Indonesia Timur merupakan salah satu daerah terpencil yang dimaksud, dimana rasio elektrifikasi masih sangat rendah. "Investasi untuk pembangunan daerah-daerah terluar. Itu kan sulit," katanya, Kamis (23/6) dua pekan lalu.
Di sisi lain, Direktur Perencanaan PLN Nieke Widyawati menuturkan, Pembangkit Listrik Mikro Hidro merupakan salah satu pembangit yang tepat untuk dibangun di wilayah Indonesia Timur. Alasannya, pembangkit mikro hidro lebih dibutuhkan di pulau-pualu luar Jawa. Apalagi, Pulau Jawa-Bali telah menganut sistem interkoneksi, di mana PLN akan membeli listrik dari energi yang lebih murah yaitu batubara. (Baca: Jepang Ingin Garap Banyak Proyek Pembangkit 35 GW)
Sedangkan, untuk luar Jawa-Bali, belum menggunakan sistem interkoneksi. Jadi, PLN akan fokus meningkatkan rasio elektrifikasi di daerah-daerah terpencil, bahkan sampai ke bagian Timur Indonesia, tanpa melihat harga yang paling murah. Karena itulah, kata Nieke, pembangunan PLTMH lebih cocok untuk wilayah luar Jawa-Bali dan daerah terpencil.