Holding BUMN Tunggu Revisi Aturan Penyertaan Modal Negara
Pemerintah masih harus bersabar merealisasikan rencana pembentukan induk perusahaan (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tahun ini. Penyebabnya, rencana tersebut masih harus menunggu revisi aturan terkait Penyertaan Modal Negara (PMN). Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 44 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, Kementerian BUMN hingga kini hanya akan membentuk lima induk usaha BUMN yang terdiri dari sektor Energi, Pertambangan, Perumahan, Infrastruktur Jalan Tol, dan Keuangan. Sementara itu, pembentukan holding yang terdekat adalah sektor energi dengan perusahaan induknya yaitu PT Pertamina (Persero).
Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) pembentukan induk usaha energi ini sudah berada di Sekretariat Negara. Namun, Rini menjelaskan, Kementerian BUMN ingin mendorong revisi PP 44/2005 agar dimasukkan pasal tambahan. "Memang yang masih ditunggu sekarang itu ada satu PP, namanya PP 44. Kami meminta ada tambahan pasal-pasal di situ untuk merefleksikan holdingisasi itu," ujar Rini di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (11/7).
Meski begitu, Rini tetap menargetkan pembentukan holding khususnya di sektor energi ini akan rampung dalam bulan Juli ini. Terkait dengan holding lainnya, dia masih enggan berkomentar. Yang jelas, semua rencana lima holding tersebut sudah masuk dalam tahap finalisasi dan dapat diselesaikan dalam waktu dekat.
Sementara itu, pembentukan holding Engineering Procurement Construction (EPC) dipastikan tidak jadi terbentuk. Rini menjelaskan, sektor EPC ini tidak akan berbentuk induk usaha tetapi memiliki struktur yang berbeda. Sayangnya, Rini belum mau menjelaskan struktur baru tersebut.
"Ternyata kalau kita lihat tadinya buat EPC, tapi kita lihat konsentrasikan di Rekayasa Industri. Karena rekayasa industri kan lagi bagus dan ada satu anak perusahaan Pertamina," ujarnya.
Selain masih menunggu revisi PP 44/2005, hingga kini pembentukan holding BUMN energi masih terganjal kesepakatn Pertamina dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Itu terkait dengan perpindahan saham PGN ke Pertamina.
PGN merupakan perusahaan terbuka yang 43 persen sahamnya dimiliki investor publik, dan 57 persen dimiliki pemerintah. Adapun Pertamina terpilih sebagai pimpinan holding karena 100 persen sahamnya dimiliki negara. “Hal-hal yang berkaitan dengan saham sedang dibicarakan,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro.
Berdasarkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penambahan Modal Negara (PMN) kepada Pertamina yang salinannya diperoleh Katadata, pemerintah akan mengalihkan kepemilikannya atas 13,8 miliar saham seri B PGN kepada Pertamina. Namun, rancangan aturan itu sama sekali tidak menyebut secara jelas pendirian induk usaha BUMN energi yang terdiri atas PGN, Pertamina, dan PT Pertamina Gas (Pertagas), anak usaha Pertamina.
Kementerian BUMN tetap mempertahankan rencana penggabungan PGN dan PT Pertagas meski skema tersebut tidak tercantum dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai holding. Deputi Bidang Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah mengatakan, penggabungan atau akuisisi tersebut tidak mesti masuk dalam RPP karena bagian dari keputusan strategis perusahaan.
Edwin juga mengatakan, pemerintah akan menyisakan satu saham di PGN. Meski hanya memiliki satu saham, sudah cukup memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengambil keputusan strategis. “Masih ada saham merah-putih yang kami pegang jadi strategic planning.”