Terakhir Kali Jadi Bunga Acuan, BI Rate Tetap 6,5 Persen
Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan BI rate sebesar 6,5 persen. Selain itu, Rapat Dewan Gubernur BI pada Kamis ini (21/7) memutuskan mempertahankan suku bunga BI 7-Days Reverse Repo sebesar 5,25 persen, suku bunga Deposit Facility 4,5 persen dan Lending Facility 7 persen. Ini terakhir kali BI rate menjadi bunga acuan, yang akan diganti oleh BI 7-Days Reverse Repo mulai 19 Agustus nanti.
Bank sentral mempertahankan BI rate meski mata uang rupiah cenderung menguat belakangan ini dan kondisi ekonomi Indonesia terus membaik. Alasannya, besaran BI rate saat ini masih memadai untuk mendorong penurunan suku bunga perbankan dan memacu perekonomian.
Sejak awal tahun ini, BI telah menurunkan BI rate sebanyak empat kali dengan besaran satu persen. Menurut Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Fiskal Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung, pelonggaran moneter tersebut sudah berdampak terhadap suku bunga perbankan.
(Baca: Perbankan Optimistis Bunga Acuan Baru Bisa Memacu Kredit)
Suku bunga deposito, misalnya, tercatat menurun 0,8 persen sejak awal tahun ini. Sedangkan suku bunga kredit menurun 0,45 persen. Dia yakin, ke depan, penurunan suku bunga perbankan akan mendekati penurunan BI rate sebesar satu persen sejak awal tahun.
“Mungkin bisa mendekati (penurunan BI rate) pada akhir tahun ini. Pengalaman dulu-dulu, bisa mendekati 100 persen, kalau BI rate turun satu persen maka suku bunga bank bisa (turun sebesar itu),” kata Juda saat konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (21/7).
(Baca: Genjot Kredit, BI Pangkas Suku Bunga dan Longgarkan Pembiayaan)
Meski suku bunga kredit baru turun 0,45 persen sejak awal 2016, Juda menilai, besaran BI rate saat ini sudah memadai untuk menurunkan bunga pinjaman hingga akhir tahun. Selain itu, level BI rate 6,5 persen ini sudah cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, Juda menegaskan, BI akan terus memantau kondisi stabilitas makro dan ekonomi. “Sejauh ini kami lihat ruang (pelonggaran) itu masih ada,” katanya.
Dengan alasan itu pula, bank sentral mempertahankan BI rate kendati kondisi perekonomian membaik. Inflasi saat ini sebesar 3,45 persen, misalnya, masih dalam kisaran yang ditargetkan empat persen plus minus satu persen. Surplus neraca perdagangan juga meningkat pada Juni lalu menjadi US$ 900 juta dari bulan sebelumnya US$ 370 juta.
Mata uang rupiah juga sudah menguat 3,4 persen sejak awal 2016 ke posisi 13.213 per dolar Amerika Serikat (AS). Faktor pendukungnya adalah, suku bunga AS (Fed rate) diperkirakan hanya akan naik sekali dalam tahun ini, yaitu pada akhir tahun nanti.
(Baca: Sambut Bunga Acuan Baru, BI Rate Diprediksi Tetap Hingga Agustus)
Selanjutnya, dalam RDG pertengahan bulan depan, BI akan menggunakan BI 7-Days Reverse Repo Rate sebagai suku bunga acuan yang baru. Suku bunga bertenor seminggu ini dianggap lebih mencerminkan perkembangan bunga di pasar keuangan. Sedangkan BI rate hanya dijadikan acuan untuk instrumen keuangan bertenor satu tahun.