Pengolahan Gas Tiung Biru Blok Cepu Diperkirakan Selesai 2020

Anggita Rezki Amelia
15 Agustus 2016, 20:51
Pipa Gas
Arief Kamaludin|KATADATA
Pekerjaan pipanisasi gas milik Pertamina Gas di Kawasan Marunda, Jakarta Utara.

PT Pertamina EP Cepu menargetkan proses tender untuk proyek Jambaran-Tiung Biru di Blok Cepu dapat selesai pada September 2016. Dengan begitu, proyek ini dapat segera terbangun dan berproduksi.

Direktur Utama Pertamina EP Cepu (PEPC) Adriansyah mengatakan ada dua hal yang sangat berpengaruh terhadap proyek Jambaran-Tiung Biru. Pertama, tahap pengadaan untuk fasilitas pengolahan gas. Tahap ini sudah hampir selesai.

Kedua, perjanjian jual beli gas (PJBG). Saat ini Pertamina EP Cepu masih bernegosiasi dengan induk usahanya, yakni PT Pertamina, mengenai harga jual gas dari proyek tersebut. “Jadi kalau semua lancar, proyek mulai awal tahun depan,” kata Adriansyah kepada Katadata, Senin, 15 Agustus 2016. (Baca: Dua Opsi Penyelesaian Jual-Beli Gas Tiung Biru di Blok Cepu).

Menurutnya, untuk membangun fasilitas produksi ini membutuhkan waktu sekitar 36 bulan. Jadi diperkirakan proyek tersebut selesai pada 2020. Semula, proyek ini ditargetkan berproduksi pada 2019 dengan menghasilkan 330 juta kaki kubik (mmscfd).

Awalnya gas dari Jambaran-Tiung Biru ini akan dibeli oleh Pupuk Kujang Cikampek, tapi batal. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Pertamina EP Cepu dan Pupuk Kujang Cikampek belum sepakat.

Pertama, Pupuk Kujang membutuhkan gas untuk proses produksinya pada 2021. Sementara proyek Jambaran Tiung Biru ditargetkan bisa beroperasi pada 2019. Selisih waktu dua tahun ini dapat mempengaruhi keekonomian lapangan.

Selain itu, Pertamina dan Pupuk Kujang saat itu belum sepakat mengenai harga gas tersebut. Harga yang ditawarkan Pertamina dianggap terlalu mahal, yaitu sebesar US$ 8 eskalasi dua persen per juta metrik british thermal unit (mmbtu). (Baca: Pengembangan Lapangan Jambaran Disetujui, Negara Bisa Terima Rp 80 Triliun).

Di sisi lain, harga pupuk dunia tengah anjlok di level US$ 210 per ton dari harga sebelumnya US$ 400 per ton. Sedangkan 70 persen bahan bakunya adalah gas. 

Adriansyah pernah mengatakan Pertamina tidak bisa menurunkan harga karena terkait dengan besaran belanja modal untuk mengembangkan blok tersebut. Selain itu, harganya disesuaikan dengan harga pasar. Jadi jika harga berubah dikhawatirkan akan mengganggu proyek Tiung Biru.

Solusinya adalah pemerintah menanggung selisih harga tersebut dengan mengambil bagiannya. Kalau solusi itu pun tidak bisa dilakukan, Adriansyah memberikan opsi kepada Pupuk Kujang untuk mencari sumber lain pasokan gas dari lapangan yang berbeda di Blok Cepu. (Baca: Gas Belum Laku, Proyek Tiung Biru Segera Diresmikan Jokowi).

Dengan asumsi harga US$ 8 per juta british thermal unit per hari, penerimaan hingga kontrak berakhir pada 2035 bakal mencapai US$ 12,97 miliar. Dari penerimaan tersebut, sebanyak 45,8 persen menjadi milik pemerintah, sebesar 24,5 persen merupakan jatah kontraktor KKS, dan 29,7 persen untuk pengembalian biaya operasi (cost recovery). Artinya, pemerintah berpotensi mengantongi penerimaan dari total hasil produksi lapangan tersebut sekitar US$ 5,94 miliar atau setara dengan Rp 80,2 triliun.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...