Sri Mulyani Akui Pertumbuhan Ekonomi 2016 Sulit Capai 5,2 Persen
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui sulit mengejar target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,2 persen. Penyebabnya, pertumbuhan ekonomi hingga kuartal II lalu masih lemah. Sedangkan pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua tahun ini terancam tergerus oleh dampak pemotongan anggaran belanja pemerintah.
Pada semester I lalu, pertumbuhan ekonomi baru mencapai 5,04 persen. Artinya, menurut Sri Mulyani, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen yang ditargetkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016, ekonomi pada semester II ini harus tumbuh mendekati 5,4 persen.
"Saya akui, (mencapai pertumbuhan ekonomi) 5,2 persen cukup berat," kata dia dalam pemaparan Rancangan APBN 2017 di depan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Gedung MPR/DPR, Jakarta Selasa (30/8). (Baca: Sri Mulyani Waspadai Efek Negatif Tax Amnesty bagi Perekonomian)
Menurut Sri Mulyani, tantangan memacu pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua tahun ini semakin berat karena adanya penghematan belanja pemerintah. Padahal, di sisi lain belanja pemerintah merupakan salah satu faktor penopang pertumbuhan ekonomi.
Sekadar informasi, pemerintah memangkas anggaran belanja tahun ini sebesar Rp 137,6 triliun akibat seretnya penerimaan negara. Pemangkasan itu terdiri dari pemotongan belanja kementerian dan lembaga negara (K/L) Rp 64,7 triliun serta dana transfer daerah dan dana desa Rp 72,9 triliun.
Di tengah kondisi perlambatan ekonomi, pengeluaran konsumsi rumah tangga dan aktivitas ekspor memang tidak bisa lagi menopang pertumbuhan ekonomi. Sejak tahun lalu, pertumbuhan ekonomi lebih banyak dipompa dari belanja pemerintah. (Baca: Anggaran Dipotong, BI Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi)
Karena anggaran belanja pemerintah dipotong tahun ini, menurut Sri Mulyani, saatnya memacu komponen lain pertumbuhan ekonomi yakni konsumsi rumah tangga dan investasi. Kunci mengerek konsumsi rumah tangga saat ini adalah meredam angka inflasi sehingga tidak menggerus daya beli masyarakat. "Sedangkan investasi lancar kalau pasar percaya dengan kebijakan pemerintah," katanya.
Pada dua pekan lalu, Bank Indonesia (BI) juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini karena dampak pemangkasan anggaran belanja pemerintah. Gubernur BI Agus Martowardojo memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini berkisar 4,9 persen hingga 5,3 persen. Ini lebih rendah dari prediksi semula sebesar 5 persen sampai 5,4 persen.
(Baca: Pasar Khawatir Pemangkasan Anggaran Gerus Pertumbuhan Konsumsi)
Untuk tahun 2017, Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen. Angka tersebut diharapkan bersumber dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,1 persen dan belanja pemerintah 5,4 persen. Sedangkan pertumbuhan investasi 6,4 persen dan ekspor 1,1 persen serta dikurang impor 2,2 persen.
Namun, dia memperkirakan, aktivitas ekspor masih belum bisa diharapkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi tahun depan. "Catatan mungkin untuk ekspor dan impor karena kondisi perdagangan dunia masih lemah," kata Sri Mulyani.