Pemerintah Optimalkan Anggaran Cost Recovery untuk Produk Lokal
Pemerintah menyatakan akan memperbaiki penghitungan cost recovery atau penggantian biaya operasi di industri hulu minyak dan gas bumi (migas). Nantinya, biaya cost recovery ini akan lebih dioptimalkan untuk produk-produk dalam negeri.
Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan saat ini pemerintah sedang merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 tentang cost recovery dan pajak untuk industri hulu minyak dan gas bumi (migas).
“Kami mau cost recovery itu untuk banyak produk dalam negeri yang digunakan,” kata dia usai rapat kerja di Gedung DPR, Rabu (14/9). (Baca: Kontraktor Migas Sebut Produk Lokal Masih Mahal)
Menurutnya pengoptimalan produk dalam negeri lewat cost recovery dapat memberi banyak keuntungan bagi negara. Salah satunya, uang yang diganti pemerintah kepada kontraktor migas itu masih tetap digunakan di dalam negeri. Sehingga akan memacu kegiatan perekonomian nasional.
Selain itu, Luhut juga ingin agar anggaran cost recovery bisa dihemat dan jumlahnya lebih rendah dari tahun sebelumnya. Tahun lalu anggaran cost recovery sekitar US$ 13 miliar, dia ingin tahun ini turun menjadi US$ 10 miliar hingga US$ 11 miliar.
Untuk mengupayakan penghematan ini, Luhut sudah memanggil Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk mendetailkan penghitungan cost recovery. “Jangan ada hal-hal yang terlalu banyak luxury life, misalnya daerah penghasil minyak harus membayar biaya jet pribadi,” ujarnya.
(Baca: BPK Temukan Penyimpangan Cost Recovery ConocoPhillips dan Total)
Di sisi lain, revisi aturan itu juga akan mengubah mengenai sistem perpajakan di industri hulu migas. Pemerintah pada prinsipnya tidak akan mengenakan pajak kepada kontraktor migas yang belum beroperasi.
Luhut mengatakan saat ini proses revisi tersebut sudah dalam pembuatan draf. “Kalau berjalan baik, hari ini atau besok saya tandatangan. Kemudian saya kirimkan kepada Presiden Jokowi,” kata dia.
Revisi aturan ini diharapkan bisa memberikan rasa adil untuk investor. Artinya investor harus merasa untung jika berinvestasi di Indonesia. Salah satu parameternya adalah tingkat pengembalian proyek (IRR), yang seharusnya bisa mencapai angka sekitar 14 persen hingga 16 persen.
Dengan tingkat pengembalian sebesar itu, risiko yang ada bisa diminimalisir, sehingga bisa tetap menguntungkan. Hal ini penting terutama untuk blok migas di laut dalam yang memiliki risiko tingi.
(Baca: Pemerintah Rumuskan Insentif Bagi Hasil untuk Investor Laut Dalam)
Untuk mengebor satu sumur kata Luhut membutuhkan investasi sekitar US$ 100 juta hingga US$ 125 juta. “Kalau dryhole begitu juga, makanya kami berikan insentif ke mereka,” ujar dia.