Perbankan Sulit Turunkan Bunga Kredit Terkendala Likuiditas Ketat
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan ketatnya likuiditas perbankan membuat penurunan bunga perbankan belum signifikan. Padahal, Bank Indonesia telah menurunkan tingkat suku bunga acuan, BI 7 Day Repo Rate, hingga mencapai lima persen.
Karena itu, soal lambatnya penurunan bunga perbankan ini juga masuk dalam pembahasan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Walaupun pelan, namun lambat laun perbankan akan mengikuti BI dalam mengurangi bunganya.
“Di sana-sini likuiditas masih alami pengetatan,” kata Darmin di gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin, 26 September 2016. (Baca: Kredit Melemah, BI Pangkas Bunga Acuan BI 7-Days Repo).
Menurutnya, pemerintah dan bank sentral tetap berusaha mengurangi tingkat suku bunga perbankan. Pemerintah mentargetkan penurunan signifikan akan terjadi selambat-lambatnya di akhir tahun ini. Dalam tiga bulan terakhir, kata Darmin, bunga rendah diharapkan tercapai.
Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan ada faktor lain yang mempengaruhi kecepatan transmisi kebijakan bank sentral terhadap suku bunga perbankan, khususnya kredit. Setidaknya lima faktor yang mempengaruhi. (Baca juga: Penyaluran Kredit Melambat, Kredit Bermasalah Menanjak).
Pertama, pengajuan kredit dari swasta masih minim. Hal itu disebabkan oleh permintaan domestik dan global rendah. Kapasitas produksi industri saat ini 78 - 79 persen. Artinya, ruang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri masih ada sekitar 20 persen sehingga industri tak perlu menambah produksi atau berekspansi.
Kondisi ini berbeda dibandingkan saat pertumbuhan ekonomi di kisaran enam persen, kapasitas produksinya mencapai 89 - 90 persen. “Sebagian besar perusahaan masih punya spare capacity untk memenuhi permintaan domestik,” kata Perry.
Kedua, prospek pertumbuhan ekonomi domestik dan global. Di domestik, BI menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 5 - 5,4 persen menjadi 4,9 - 5,3 persen tahun ini. (Baca: Lebih Realistis, Pertumbuhan Ekonomi 2017 Dipangkas Jadi 5,1 Persen).
Sedangkan di tingkat global, International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan dari 3,2 menjadi 3,1 persen. Begitu juga dengan proyeksi tahun depan, dari 3,3 - 3,4 persen menjadi 3,2 persen. Hal ini menunjukan prospek permintaan domestik dan internasional ke depan masih melemah.
Ketiga, bank sentral memandang likuiditas saat ini masih cukup baik. Hal itu didapat dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) 1,5 persen yang akan menambah likuiditas Rp 37 triliun di perbankan hingga akhir tahun. Kemudian, aliran masuk modal asing (capital inflow) ke portfolio mencapai US$ 10,5 miliar atau Rp 114 - 115 triliun sejak awal tahun.
Keempat, tingginya risiko atas kenaikan rasio kredit bermasalah, Non Performing Loan (NPL), yang saat ini 3,1 persen gross dan 1,5 persen netto. Meningkatnya NPL didorong oleh menurunnya permintaan sehingga menekan keuntungan perusahaan, utamanya di sektor pertambangan.
10 Bank Umum dengan Kredit Bermasalah (NPL) Gross Terbesar per Juni 2016 (Sumber: Databoks)
Sedangkan faktor kelima, pemenuhan rasio keuntungan atau profitabilitas. Karena masalah ini, suku bunga kredit sulit turun meskipun suku bunga deposito sudah terkontraksi 0,91 persen. Permintaan kredit yang sedikit tetap kurang untuk menutupi biaya bunga yang harus dibayarkan bank kepada deposan (cost of fund), sehingga mengurangi potensi keuntungan dari bunga.