Penyaluran Kredit Melambat, Kredit Bermasalah Menanjak
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit per akhir Juli 2016 sebesar 7,74 persen, atau melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 8,89 persen. Padahal, pertumbuhan kredit perbankan tahun ini ditargetkan sebesar 11-12 persen, itupun sudah lebih rendah dari proyeksi semula sebesar 14 persen.
Meski pertumbuhan kredit melambat, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) perbankan tercatat terus merangkak naik. Dalam catatan OJK, rasio kredit bermasalah naik dari 3,05 persen menjadi 3,18 persen pada Juli 2016.
Untungnya, permodalan perbankan masih cukup kuat, sehingga OJK menilainya mampu mengantisipasi potensi risiko kenaikan NPL. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan berada pada level 23,19 persen per Juli lalu.
(Baca: BI Pangkas Target Pertumbuhan Kredit 2017 Menjadi 11 Persen)
“OJK akan terus memantau perkembangan profil risiko lembaga jasa keuangan serta menyiapkan berbagai langkah yang diperlukan untuk memitigasi kemungkinan peningkatan risiko di sektor jasa keuangan, khususnya risiko kredit. Koordinasi dengan pihak-pihak terkait juga terus diperkuat,” begitu tertulis dalam keterangan pers OJK, Rabu (14/9).
Dari sisi likuiditas perbankan, OJK menilai kondisinya juga masih baik. Meskipun pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) melambat dari 7,7 persen pada Juni 2016 menjadi 5,9 persen pada Juli lalu. Rasio aset likuid terhadap DPK pada Juli sebesar 19,17 persen, lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya 15,97 persen. Alat likuid yang dimiliki oleh perbankan ini diklaim OJK telah memadai untuk membiayai ekspansi kredit.
Ruang untuk ekspansi kredit juga terpantau cukup lebar jika melihat rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio/LDR) yang turun dari 91,19 persen pada Juni menjadi 90,18 persen pada Juli 2016.
Menurut Ekonom Bank Permata Josua Pardede, tingginya risiko kredit bermasalah membuat bank menjadi lebih selektif dalam menyalurkan kredit. Risiko ini juga direspons oleh perbankan yang hanya menurunkan suku bunga kredit 0,47 persen sejak awal tahun. Padahal suku bunga acuan BI (BI Rate) sudah dipangkas satu persen.
Karena itu, ia memperkirakan tahun ini kredit hanya tumbuh 7-9 persen. “Saya pikir kenaikan NPL ini akan berlanjut setidaknya sampai kuartal III-2016, mengingat perbankan masih membatasi penyaluran kreditnya dan kondisi kredit bermasalah bank belum membaik dalam waktu dekat,” kata dia kepada Katadata, Kamis (15/9).
(Baca: Kenaikan Kredit Bermasalah Perbankan Meluas ke Berbagai Sektor)
Penyebab lain lambannya pertumbuhan kredit, yakni pemangkasan anggaran oleh pemerintah. Pengeluaran pemerintah diharapkan bisa mendorong sektor riil untuk berinvestasi. Apalagi penghematan ini juga diperkirakan akan berimbas pada berkurangnya potensi pertumbuhan ekonomi. Josua memprediksi ekonomi tahun ini hanya tumbuh lima persen.
“Pertumbuhan ekonomi riil dan kredit itu memiliki pola pergerakan yang searah atau procyclical, sehingga pada kondisi ekonomi sektor riil belum membaik signifikan, permintaan kredit pun belum akan membaik,” tutur Josua.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Haddad memprediksi bahwa tren kenaikan NPL telah mencapai puncaknya pada Semester I 2016. Penyebab tren kenaikan ini masih sama seperti dua tahun terakhir yakni melambatnya pertumbuhan sektor pertambangan. Alhasil, kondisi ini berimbas pada meningkatnya kredit macet di sektor komoditas yang kemudian meluas ke sektor lainnya.