Bank Asing Diduga Suap Pejabat Indonesia untuk Proyek Listrik

Maria Yuniar Ardhiati
28 September 2016, 14:50
Pembangkit Listrik
Arief Kamaludin|KATADATA

Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) tengah menggelar proses investigasi terhadap Standard Chartered Plc. (Stanchart). Investigasi ini terkait dugaan keterlibatan bank internasional yang berkantor pusat di London, Inggris, tersebut dalam kasus suap tender proyek pembangkit listrik di Indonesia.

Proses penyelidikan dititikberatkan pada dugaan pelanggaran peraturan antikorupsi AS, yaitu penyuapan oleh para pejabat Maxpower Group Pte. Ltd. untuk memenangkan kontrak proyek listrik, serta memuluskan hubungan dengan para pejabat di sektor kelistrikan Indonesia. Investigasi ini melibatkan Stanchart sebagai pemegang saham mayoritas Maxpower, dan Direktur Utama Stanchart Bill Winters.

Jadi, Departemen Kehakiman AS menyelidiki kemungkinan para pejabat Stanchart di jajaran direksi Maxpower mengetahui dugaan penyuapan tersebut. Selain itu, otoritas hukum akan mendalami kekuasaan bank dalam investasinya di Maxpower selaku perusahaan pembangun pembangkit listrik.

Berdasarkan penuturan sejumlah sumber yang dikutip The Wall Street Journal, Selasa (27/9), kasus ini bermula dari temuan tim audit internal Maxpower yang menemukan bukti kemungkinan suap serta kesalahan prosedur berulang di perusahaan tersebut. Bukti itu berupa salinan dokumen dari firma hukum yang disewa Maxpower, yang menunjukkan adanya sisa kas lebih dari US$ 750 ribu pada tahun 2014 dan awal 2015.

(Ekonografik: 42.000 MW Listrik untuk Indonesia)

Sisa dana ini perlu diselidiki untuk mengetahui kemungkinan penyuapan, berdasarkan salinan dokumen yang dilihat The Wall Street Journal. Pada Desember 2015, para pengacara dari Sidley Austin LLP yang disewa untuk mengkaji audit tersebut menemukan indikasi pembayaran yang tidak wajar dari para pegawai Maxpower kepada para pejabat di Indonesia dalam kurun 2012 hingga akhir 2015.

Pembayaran ini diduga untuk memenangkan kontrak proyek listrik di Indonesia. Bahkan, sejumlah uang diberikan hanya untuk mendapatkan pembayaran tepat waktu.

Berdasarkan kajian tersebut, muncul temuan adanya pembayaran yang didanai dari dana tambahan atas permintaan tiga pendiri perusahaan dan dua pegawai. Kepala Divisi Tindak Korupsi Luar Negeri Departemen Kehakiman AS menanyakan tuduhan suap tersebut kepada para pengacara Maxpower. Kejaksaan Amerika juga mendalami, apakah Stanchart bersalah karena tidak menghentikan dugaan praktik kejahatan itu.

Chief Executive Maxpower bekerja di Standard Chartered sampai tahun lalu. Bank tersebut memang memiliki tiga kursi di jajaran direksi perusahaan listrik tersebut. (Baca: Pemerintah dan PLN Kebut Megaproyek Listrik 35 GW)

Stanchart membeli saham Maxpower pada 2012. Tahun lalu, bank ini telah menjadi pemegang saham mayoritas Maxpower melalui suntikan modal sebesar US$ 60 juta. Dengan demikian, total investasi yang digelontorkan Stanchart mencapai US$ 143 juta. Bank tersebut juga menjadi pemegang saham atas nama para investor lainnya.

Sayangnya, kontrak yang diperoleh Maxpower untuk membangun pembangkit listrik lebih sedikit dibandingkan perkiraan. Penerimaan perusahaan pun menurun sehingga berdampak terhadap kasnya, yang berujung pada restrukturisasi utangnya lebih dari US$ 180 juta.

Pada Juni 2015, Greg Karpinski, Wakil Kepala Divisi Energi, Sumber Daya dan Infrastruktur Stanchart berkewarganegaraan Amerika Serikat, menjadi CEO Maxpower.  Berdasarkan keterangan sumber The Wall Street Journal, tak lama setelah menjadi bos Maxpower, Karpinski bersama enam direktur Maxpower menggelar pertemuan di salah satu wine bar di mal Jakarta.

Mereka berdiskusi untuk mencari jalan agar bisa tetap menyerahkan uang suap kepada pejabat Indonesia. Salah satu dari mereka, bahkan berkelakar akan menyerahkan bola sepakbola yang diisi uang tunai di dalamnya kepada para pejabat pemerintah.

Rekaman pembicaraan tersebut pun menunjukkan salah satu dari mereka menyatakan, perusahaan akan berhenti melakukan suap untuk mendapatkan pembayaran. Namun, pembayaran kemungkinan tetap berlanjut untuk mendapatkan perpanjangan kontrak. (Baca: Perusahaan Keluarga Puan Berpeluang Garap Proyek Listrik Jawa 1)

“Saya rasa perpanjangan kontrak merupakan hal yang sangat penting. Namun untuk mendapatkan pembayaran sesuai waktu, lupakan saja. Cukup sudah,” kata orang ini. “Kita akan temukan cara lain. Maksud saya, ajak mereka karaoke, main golf, ke Singapura.”

Sebagai informasi, para petinggi Standard Chartered yang menduduki kursi direksi Maxpower hingga Agustus lalu adalah Nainesh Jaisingh, Kanad Virk dan Benjamin Soemartopo. Virk telah meninggalkan bank itu pada Agustus lalu, dan tidak memberikan komentar atas isi rekaman itu.

Sementara itu, Soemartopo menyatakan pekerjaannya akan berakhir di bulan November mendatang karena adanya perampingan jumlah pegawai, bukan karena kasus yang menjerat Maxpower. Jaisingh, satu-satunya dari ketiga orang tersebut yang tidak hadir dalam pertemuan di wine bar, akan tetap bekerja di Stanchart. Namun, dia menolak berkomentar.

Firma hukum yang menyelidiki kasus ini menilai rekaman tersebut dibuat secara diam-diam oleh salah satu pendiri Maxpower. Karpinski telah menolak berkomentar mengenai isi rekaman tersebut. Perusahaannya malah menilai tuduhan tersebut hanya sepihak dan cuma sebagian pandangan serta kegiatan operasional yang berlangsung di Maxpower.

Menanggapi proses investigasi oleh para penegak hukum di Amerika tersebut, manajemen Standard Chartered menyatakan melakukan langkah proaktif bersama otoritas setempat dan melakukan kajian tersendiri. Sementara itu, Maxpower menggandeng beberapa firma konsultan profesional untuk melakukan penyelidikan, sekaligus meningkatkan pengawasan internal.

Sedangkan Juru bicara Departemen Kehakiman AS menolak berkomentar mengenai bocoran informasi yang diperoleh The Wall Street Journal. Para pendiri Maxpower juga tidak memberikan respons.

Sekadar informasi, Divisi Tindak Korupsi Luar Negeri Departemen Kehakiman AS melarang perusahaan-perusahaan asal negaranya maupun yang menjalankan bisnis di sana untuk melakukan pembayaran maupun memberikan hadiah bagi para pejabat negara asing dalam koridor bisnis, baik secara langsung maupun melalui perantara. Yang melanggar aturan tersebut akan dikenakan hukuman tindak kriminal serta penalti.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...