Divonis BPK Tidak Wajar, SKK Migas: Itu Opini Paling Tidak Baik
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memvonis laporan keuangan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagai tidak wajar. Atas audit tersebut, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan opini tidak wajar merupakan hasil yang tidak baik bagi lembaganya.
“Saya akuntan jadi paham bahwa opini tidak wajar itu adalah opini yang paling tidak baik,” kata Amien saat ditemui di Tangerang, Jumat, 7 Oktober 2016. (Baca: Simpan Banyak Masalah, BPK Vonis Laporan SKK Migas Tidak Wajar).
Meski menganggap opini tersebut adalah yang paling tidak baik, Amien enggan berkomentar banyak mengenai hasil audit tersebut. Menurut dia, lebih baik penjelasan mengenai audit ditanyakan kepada BPK sebagai lembaga yang mengaudit.
Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut juga tidak mau menjelaskan terkait temuan hilangnya aset negara berupa rig oleh Chevron Makassar. BPK menilai hilangnya barang milik negara tipe Rig West Berani berpotensi merugikan negara sebesar US$ 1,03 juta. (Baca: BPK Temukan Potensi Kerugian Aset Negara oleh Chevron).
Saat ini, SKK Migas tidak bisa melakukan apapun terhadap hasil audit tersebut. Alasannya, seluruh proses sudah selesai sebelum opini dibuat. “Tugas SKK Migas adalah menyajikan laporan keuangan, tugas BPK memberi opini. Jadi saya tidak ingin mencampuri dan mendikte tugas BPK. Silakan saja,” kata dia.
Kepala BPK Harry Azhar Azis sebelumnya menyatakan opini Tidak Wajar disematkan lantaran banyak persoalan dalam keuangan SKK Migas. Persoalan pertama, tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pegawai Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) pada 13 November 2012 lalu -setelah dibubarkan lalu berubah menjadi SKK Migas.
Akibat tidak adanya PHK, imbalan berupa manfaat penghargaan atas pengabdian (MPAP), imbalan kesehatan purna karya (IKPK), masa persiapan pensiun (MPP), serta penghargaan ulang tahun dinas (PTUD) senilai Rp 1 triliun tidak disetujui oleh Kementerian Keuangan.
"Kedua, piutang anandonment and site restoration kepada delapan kontraktor kontrak kerja sama senilai Rp 72,3 miliar belum dilaporkan," kata Harry saat pidato Penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2016 di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Selasa, 4 Oktober 2016.
Hasil audit tersebut lalu dipertanyakan oleh Serikat Pekerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SP SKK Migas). Alasannya, terjadi inkonsistensi terhadap hasil akhir audit BPK. (Baca: BPK Temukan Kerugian Pengelolaan Uang Negara Rp 1,9 Triliun).
Padahal, materi yang menjadi temuan sama dengan temuan tahun-tahun sebelumnya di mana hasil audit BPK menyatakan Wajar Tanpa Pengecualian. “Kepala BPK masih sama, materi sama, tapi bisa ya menghasilkan opini yang berbeda dengan tahun audit 2015. Apa ada pesanan atau bagaimana?” kata Ketua Umum SP SKK Migas, Dedi Suryadi melalui keterangan resminya, Jumat, 7 Oktober 2016.