Penggunaan Komponen Dalam Negeri di Hulu Migas Turun
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat penggunaan barang jasa di sektor hulu minyak dan gas bumi menurun. Nilai komitmen pengadaan barang dan jasa di industri hulu migas periode Januari – Oktober 2016 mencapai US$ 6,23 miliar atau sekitar Rp 80,1 triliun, dengan persentase tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) hanya 49,9 persen.
Angka ini masih lebih rendah dari pencapaian sepanjang 2015. Pada periode tersebut, TKDN pengadaaan barang dan jasa di sektor migas mencapai US$ 7,9 miliar. Bahkan secara persentase sebesar 68 persen. (Baca: Pemerintah Prioritaskan Pengguna Komponen Lokal Menang Tender Migas)
Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas Rudianto Rimbono mengatakan upaya peningkatan kapasitas nasional pada industri hulu migas perlu dukungan dari Pemerintah. Contohnya payung regulasi yang dapat memberikan keberpihakan dan kepastian pasar bagi pemilik teknologi untuk meningkatkan investasinya di dalam negeri. “Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan TKDN di industri hulu migas,” kata dia berdasarkan keterangan resminya, Rabu (23/11).
Menurut Rudianto, dari aspek kualitas dan tata waktu penyelesaian dari produk barang dan jasa dalam negeri sudah memadai. Hanya satu aspek yang menjadi tantangan, yakni, harga. Untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri, struktur biaya yang harus ditanggung oleh industri di dalam negeri harus dikurangi. (Baca: Kontraktor Migas Sebut Produk Lokal Masih Mahal)
Peningkatan kapasitas nasional yang dilakukan antara lain transaksi pembayaran melalui bank BUMN/BUMD. Periode April tahun 2009 hingga Oktober 2016 tercatat transaksi di bank BUMN/BUMD sebesar US$57,55 miliar atau sekitar Rp748 triliun.
TKDN Barang dan Jasa Sektor Migas 2006-Juni 2016
Di sisi lain, sektor hulu migas menyimpan dana rehabilitasi pasca operasi (abandonment and site restoration/ASR) di Bank BUMN yang cukup besar. Sampai 30 September 2016, tercatat penempatan dana ini telah mencapai US$ 840 juta atau sekitar Rp 11 triliun.
Begitu juga dengan peningkatan nilai pengadaan barang dan jasa industri hulu migas yang dilaksanakan oleh BUMN, seperti PT Pertamina (Persero), PT Elnusa Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Rekayasa Industri, dan PT PAL (Persero). Periode 2010 - 2016 nilai pengadaan sebesar US$5,63 miliar atau sekitar Rp 73,5 triliun. “Semua ini dampak berganda (multiplier effect) dari kegiatan hulu migas pada perekonomian nasional,” kata Rudianto.
Tidak hanya itu, di tengah lesunya harga minyak, SKK Migas bersama kontraktor kontrak kerja sama melakukan penghematan melalui pengadaan bersama dan optimalisasi pemanfaatan aset. Untuk tahun ini hingga Oktober, penghematan pengadaan bersama mencapai US$ 187 juta atau sekitar Rp2,44 triliun. (Baca: Menteri Luhut Sebut Penggunaan Produk Lokal Bisa Tekan Cost Recovery)
Sedangkan optimalisasi pemanfaatan aset sebanyak US$19,2 juta atau sekitar Rp 250 miliar. Pengadaan bersama adalah pengadaan kolektif yang dilakukan kontraktor kontrak kerja sama yang beroperasi di wilayah berdekatan. Adapun optimalisasi pemanfaatan aset adalah pemanfaatan aset milik kontraktor oleh kontraktor lain.