Pasar Berisiko, Pemerintah Kaji Pembatalan Ijon Utang
Rencana pemerintah mencari utang lebih awal atau pre-funding untuk belanja di Januari 2017 bisa urung dilaksanakan. Sebab, kondisi pasar keuangan global dan domestik dinilai masih berisiko.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan Direktorat Jenderal Pembiayaan, Pengelolaan dan Risiko masih mengkaji kemungkinan pre-funding tersebut. “Kalau memang pressure (tekanan ekonomi) terlalu tinggi lebih baik jangan (pre-funding). Kami geser ke awal tahun,” ucapnya di Kementerian Keuangan, Selasa (22/11).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pre-funding bertujuan agar pelaksanaan APBN 2017 berjalan tepat waktu. Pre-funding dilakukan dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar domestik atau di pasar global. “Opsi dari sisi peluang di pasar global atau domestik merupakan pilihan yang terus (dikaji) bagi kami untuk pre funding, danai kebutuhan 2017,” kata Sri awal November lalu.
Adapun soal penerbitan SBN di pasar global, Suahasil menjelaskan, opsinya tak terbatas hanya dalam mata uang dolar Amerika Serikat, bisa juga dalam yen Jepang atau euro, tergantung kebutuhan pasar. “Itu semua sudah ada dalam rencana kita,” kata dia. (Baca juga: Pasar Labil, Pemerintah Tersandera Ijon Utang Rp 40 Triliun)
Intinya, jika ada peluang untuk pre-funding tahun ini, maka pihaknya tak akan segan-segan mengambil langkah itu. Namun, jika tak ada peluang, “Kami sudah exercise, sehingga enggak perlu kita lakukan pada tahun ini,” ucapnya.
Sementara itu, terkait peluang menerbitkan SBN untuk menampung dana repatriasi program pengampunan pajak (tax amnesty), Suahasil mengisyaratkan juga sulit dilakukan tahun ini. Pasalnya, hal itu akan memperlebar defisit anggaran yang dipatok 2,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). “Kalau pemerintah private placement berarti mengeluarkan bond juga yang menambah defisit,” katanya. (Baca juga: BI Waspadai Repatriasi Dana Tax Amnesty Rp 100 Triliun Akhir Tahun)
Sekadar catatan, mengacu pada data Direktorat Jenderal Pajak, dana repatriasi tercatat sebesar Rp 143 triliun hingga 23 November. Dana tersebut bakal masuk ke Tanah Air secara bertahap. Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, sebagian dana repatriasi sudah mulai masuk.
“Sudah masuk (dana repatriasi) sekitar Rp 40-an triliun. Yang Rp 100 triliun itu akan masuk, dan kami antisipasi di Desember,” kata Perry awal November lalu. Dana-dana tersebut diharapkan bisa turut membiayai proyek-proyek strategis pemerintah, misalnya di bidang infrastruktur.