Ada Temuan Cost Recovery, BPK Kumpulkan Kontraktor Migas
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengumpulkan kontraktor minyak dan gas bumi (migas) untuk menindaklanjuti hasil audit di sektor migas. Audit itu memuat sejumlah temuan, termasuk masalah penggantian biaya operasi atau cost recovery.
Pertemuan antara BPK dengan kontraktor migas ini berlangsung selama dua jam mulai pukul 09.00 WIB di Gedung BPK, Jakarta, Selasa (6/12). Berdasarkan pantauan Katadata, beberapa kontraktor migas yang hadir adalah Chevron Indonesia, Inpex Corporation, dan ExxonMobil. (Baca: BPK Temukan Potensi Kerugian Aset Negara oleh Chevron)
Sayangnya, kontraktor tersebut tidak mau menjelaskan mengenai hasil pertemuan tersebut. Presiden Direktur Chevron Indonesia dan Vice President Corporate Service Inpex Corporation Nico Muhyiddin tidak mau berkomentar.
Namun, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi menjelasakan, pertemuan itu membahas hasil audit BPK di sektor migas. Dalam pemaparannya, BPK memberikan arahan pada kontraktor migas untuk memperbaiki kinerja.
Meski begitu, Amien tidak bisa menjelaskan rinci temuan maupun arahan untuk menindaklanjuti hasil audit terhadap para kontraktor tersebut. "Banyak temuan audit yang harus ditindaklanjuti," kata dia kepada Katadata usai pertemuan.
Sebelumnya, BPK telah merilis Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2015, yang salah satu isinya mengenai penggantian biaya operasi atau cost recovery. Temuan BPK menunjukkan ada biaya-biaya yang tidak semestinya dibebankan dalam cost recovery pada tujuh wilayah kerja Kontraktor Kotrak Kerja Sama (KKKS). Nilainya sekitar Rp 4 triliun.
(Baca: BPK Temukan Penyimpangan Cost Recovery ConocoPhillips dan Total)
Tujuh wilayah kerja tersebut yakni South Natuna Sea “B” yang dioperatori ConocoPhillips Indonesia Inc. Ltd., Corridor oleh ConocoPhillips (Grissik) Ltd, dan Blok Rokan oleh PT Chevron Pacific Indonesia. Selain itu, terdapat juga bekas blok Pertamina yang operatornya adalah PT Pertamina EP, South East Sumatra yang dioperatori CNOOC SES Ltd, Mahakam oleh Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation, serta Natuna Sea A oleh Premier Oil Natuna Sea B.V.
BPK juga pernah memvonis laporan keuangan SKK Migas periode 2015 dengan opini Tidak Wajar (TW). Padahal, selama empat tahun sebelumnya, lembaga itu mengantongi opini tertinggi, yakni Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangannya.
Salah satu penyebab pemberian opini "Tidak Wajar" adalah terkait dengan tagihan dana pemulihan tambang pasca eksplorasi migas (Abandonment and Site Restoration/ASR). Ada piutang ASR kepada delapan kontraktor kontrak kerjasama senilai Rp 72,3 miliar yang belum dilaporkan. (Baca: Divonis Tidak Wajar, Kepala SKK Migas Ungkap Kekeliruan Audit BPK)
BPK memvonis laporan SKK Migas mengenai ASR juga tidak sesuai dengan PSAK 09. Padahal, menurut Amien, setelah melalui diskusi dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), PSAK 09 sudah tidak digunakan lagi sejak tahun 1999.