Efek Trump, Ringgit Anjlok Terendah Sejak Krisis 1998

Desy Setyowati
19 Desember 2016, 18:21
Bursa
Arief Kamaludin|KATADATA

Mata uang ringgit terus terpukul terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan, mata uang Malaysia ini jatuh ke level terendah sejak krisis moneter di Asia tahun 1998. Namun, pejabat pemerintah Malaysia menepis hal ini sebagai sebuah krisis tapi sekadar turbulensi atau gejolak pasar.

Pada perdagangan Senin ini (19/12), ringgit ditutup di level 4.479 per dolar AS atau melemah 0,1 persen dari akhir pekan lalu. Level ini merupakan yang terendah sejak Januari 1998.

Sejak terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS pada awal November lalu, ringgit sudah melemah hingga enam persen. Ini merupakan pelemahan terbesar mata uang negara-negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market).

(Baca: BI Klaim Cadangan Devisa Cukup Hadapi Gejolak Awal 2017)

Meski begitu, Menteri Keuangan Johari Abdul Ghani mengatakan, anjloknya ringgit saat ini lebih disebabkan oleh gejolak di pasar keuangan, dan bukan sebuah krisis. Yang terjadi saat ini, lanjut dia, investor terus menjual asetnya karena adanya spekulasi terkait mata uang.

Ekonom Senior Mizuho Bank Ltd, Vishnu Varathan, mengatakan, pelemahan ringgit ini lantaran adanya pemikiran bahwa kebijakan Trump akan memicu peningkatan inflasi di AS. Hal itu kemudian akan mendorong kenaikan suku bunga acuan AS (Fed Rate).

Selain itu, pasar sudah terpukul oleh langkah Bank Negara Malaysia (BNM) yang membatasi perdagangan di pasar uang pada November lalu. Alhasil, investor asing yang punya porsi besar pada obligasi negara tersebut, menjual kepemilikannya. “Investor juga mengkhawatirkan kontrol atas nilai tukar dan risiko politik.”Itu menjadi salah satu dasar (asing jual obligasi Malaysia),” kata Vishnu seperti dikutip Bloomberg, Senin (19/12).

Kekhawatiran pasar atas sikap proteksionisme Trump terhadap perdagangan, khususnya dari Cina, menyebabkan berkurangnya daya tarik aset yang berisiko. Hal ini merugikan Asia, yang terlihat dari penurunan indeks MSCI sebesar 0,8 persen pada pekan lalu.

Penurunan ini juga disebabkan oleh kekhawatiran terhadap isyarat bank sentral AS, the Fed, yang akan menaikkan lagi Fed Rate tahun depan. (Baca: BI Waspadai Ancaman Kenaikan Agresif Bunga The Fed)

Kondisi yang dialami mata uang negara jiran tersebut bukan mustahil menimpa pula Indonesia. Apalagi, porsi asing di obligasi negara juga masih tinggi.

Mengacu kepada ancaman tersebut, Bank Indonesia (BI) sudah mempersiapkan beberapa langkah untuk mengantisipasi kemungkinan Fed Rate naik tiga kali atau melebihi proyeksi yang hanya dua kali pada 2017. Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, tiga langkah antisipasi agar dampak negatifnya ke Indonesia tidak besar.

Pertama, kebijakan yang konsisten. Perry menekankan, BI akan konsisten menerapkan bauran kebijakan terkait dengan aturan suku bunga, nilai tukar rupiah, dan pengawasan (surveillance) untuk menjaga stabilitas. Sedangkan aturan yang berhubungan dengan likuiditas, makroprudensial, dan sistem pembayaran fokus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kedua, menjaga cadangan devisa (cadev) untuk memenuhi kewajiban di dalam negeri. Perry berharap BI bisa mengantisipasi gejolak dengan adanya tambahan dana dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) valuta asing (valas) atau global bond senilai US$ 3,5 miliar di akhir tahun ini.

Ketiga, meningkatkan kerjasama dengan bank sentral lainnya. BI sudah memperpanjang kerjasama dengan bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ), terkait Bilateral Swap Arrangement (BSA) senilai US$ 22,76 miliar. (Baca: Sri Mulyani: Pondasi Ekonomi Kuat Hadapi Bunga The Fed)

BI juga tergabung dalam Chiang Mai Initiative Multilateralitation (CMIM) dengan nilai likuiditas sebesar US$ 240 miliar. Dalam kerjasama antara negara-negara di Asia Tenggara plus Jepang, China dan Korea Selatan ini, Indonesia mendapat jatah US$ 22,76 miliar. “Kami yakin dengan setting sound strong policy dan kecukupan cadev dalam mengantisipasi itu, cukup,” kata Perry.

Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...