Pemerintah Tepis Isu Serbuan 10 Juta Tenaga Kerja Cina
Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri menepis isu masuknya 10 juta tenaga kerja asing asal Cina ke Indonesia. Ia mengimbau masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh informasi-informasi yang belum jelas kebenarannya.
Menurut Hanif, isu itu tak masuk akal. Sebab, warga Cina yang berkunjung ke Indonesia dengan visa wisata saja jumlahnya tak sampai 2 juta jiwa. “Ini harus dipahami secara rasional, jangan sampai isu tenaga kerja asing ini diewer-ewer sehingga bisa membangun sentimen-sentimen yang tidak sehat bagi demokrasi kita dan persatuan kesatuan kita,” Kata Hanif saat ditemui di Menara Kadin Indonesia, Rabu, 21 Desember 2016.
(Baca juga: Jokowi Akan Buka Program Magang Nasional, 2.648 Perusahaan Terlibat)
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah tenaga kerja asing yang ada di Indonesia per November 2016 ialah 74.183 orang. Dari jumlah tersebut, terdapat 21.271 tenaga kerja asal Cina. Negeri tirai bambu memang yang paling banyak mengirimkan tenaga kerjanya ke Indonesia, disusul Jepang di posisi kedua dengan jumlah 12.490 tenaga kerja. Para tenaga kerja asing ini terbanyak tersebar di sektor perdagangan dan jasa dengan total 47.326 tenaga kerja.
Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia Menurut Asal Negara per November 2016
Jumlah tenaga kerja asing di Indonesia, menurut Hanif sangat kecil, yakni 0,027 persen dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai 257 juta jiwa.
Sebaliknya, jumlah tenaga kerja di Indonesia di luar negeri jumlahnya jauh lebih besar. “Tenaga kerja kita di Hongkong saja 153 ribu, Makau 16 ribu, Taiwan sebagai bagian Cina 200 ribu
Toh, Hanif mengakui bahwa ada juga tenaga kerja asing yang masuk secara ilegal. Sebab, hingga saat ini Kementerian Ketenagakerjaan telah menangkap sekitar 700 orang tenaga kerja asing yang tak sesuai izin. “Kalau (ada yang) melanggar aturan pemeritah atau ilegal pemerintah sikapnya jelas dan tegas.” ujarnya.
(Baca juga: Lima Kementerian dan Lembaga Kerjasama Awasi Barang Beredar)
Selain itu, pernyataan Hanif juga tak menghapus kritik soal pelonggaran izin masuk tenaga kerja asing. Di antaranya adalah dengan menghapus kewajiban bisa berbahasa Indonesia bagi mereka.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35 tahun 2015, yang merevisi aturan sebelumnya yakni Permenaker tahun 16 tahun 2015 tentang tata cara penggunaan tenaga kerja asing. “Kami kecewa,” kata Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi.