Investasi Tak Ampuh Lagi Topang Pertumbuhan Ekonomi Sejak 2014
Kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menurun, terutama dalam tiga tahun terakhir. Padahal, investasi cenderung meningkat namun industrinya tidak berdaya saing dan minim penyerapan tenaga kerja.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mencatat, Incremental Capital Output Ratio (ICOR) sempat tumbuh di kisaran empat persen namun pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai enam persen. Artinya, investasi berperan maksimal untuk mendorong perekonomian.
Pada periode 2010-2013, misalnya, ICOR --yang merupakan rasio efisiensi penggunaan modal terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara-- tumbuh sekitar 4,1-4,5 persen. Dalam periode itu, ekonomi tumbuh hingga 5,6-6,4 persen.
Ekonom INDEF Eko Listiyanto berpandangan, data itu menunjukan bahwa investasi yang ada di Indonesia lebih efisien sehingga maksimal mendukung pertumbuhan ekonomi. Dukungan yang dimaksud bisa berupa penyerapan tenaga kerja, yang berdampak positif terhadap daya beli masyarakat.
“Investasi saat itu (2010-2013) memiliki daya cipta ke negara. Seperti penyerapan tenaga kerja melalui investasi padat karya ataupun investasi yang menciptakan daya saing,” kata Eko saat acara Economi Outlook 2017 di Jakarta, Kamis (29/12).
Namun, kondisinya berubah sejak 2014 hingga saat ini. ICOR pada tahun 2014 mencapai 6,8 persen, namun ekonomi hanya tumbuh lima persen. Tahun lalu, ekonomi hanya tumbuh 4,8 persen, padahal ICOR mencapai 6,8 persen. Artinya, investasi di Indonesia tak lagi efektif mendukung pertumbuhan ekonomi.
Eko mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan investasi berdaya saing dan yang menyerap tenaga kerja. Salah satu penghambat investasi adalah birokrasi. “Kepala daerah selalu meminta tambahan dana dari investor, itu hal yang banyak diketahui,” katanya.
Postur Anggaran Riset di Beberapa Negara (% terhadap PDB)
Negara | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | 2015 |
Indonesia | 0,1 | 0,1 | 0,2 | 0,2 | 0,3 |
Korea Selatan | 3 | 3,6 | 3,6 | 3,6 | 4,04 |
Cina | 1,5 | 1,8 | 1,9 | 2 | 2 |
Singapura | 2,6 | 2,6 | 2,6 | 2,7 | 2,6 |
Malaysia | 0,7 | 0,8 | 0,8 | 0,8 | 1,1 |
Amerika Serikat | 2,8 | 2,8 | 2,8 | 2,8 | 2,8 |
Jepang | 3,4 | 3,4 | 3,4 | 3,4 | 3,4 |
Sumber: 2014 dan 2016 Global R&D Funding Forecast
Pemerintah juga perlu meningkatkan kesiapan teknologi dan kapasitas berinovasi, guna mendorong peran investasi bagi perekonomian. Ekonom INDEF Ahmad Heri Firdaus mengatakan, Indonesia lebih dikenal sebagai negara pengimpor teknologi.
Akibatnya, industri di dalam negeri memiliki ketergantungan impor teknologi sehingga biaya menjadi lebih mahal dan tidak efisien. Kondisi ini bahkan tak didukung oleh anggaran riset untuk inovasi teknologi yang masih rendah.
Hal ini kemudian menurunkan daya saing Indonesia. Pada 2014 dan 2015, peringkat daya saing Indonesia di urutan 34 dan 37. Saat ini, hanya pada level 41. Posisi Indonesia di bawah Singapura yang di peringkat ke-2, Malaysia 25, dan Thailand 34. Indonesia hanya unggul dari Filipina di level 57.