Pelaku Migas Minta Optimalkan Gas Dalam Negeri Sebelum Impor
Pelaku industri minyak dan gas bumi (migas) yang tergabung dalam Indonesian Petroleum Association (IPA) berharap pemerintah terlebih dulu mengoptimalkan gas dalam negeri sebelum membuka keran impor. Ini untuk memaksimalkan investasi di Indonesia, khususnya sektor hulu migas.
Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong emerintah seharusnya mengedepankan keamanan pasokan energi dari dalam negeri dibandingkan impor. "Security energy ini bisa dicapai apabila kami tetap memaksimalkan investasi dan memproduksi gas di Indonesia," ujarnya kepada Katadata, Kamis (26/1). (Baca: Istana Pastikan Impor untuk Tekan Harga Gas Industri)
Selain itu, pemerintah juga tidak bisa menyeragamkan penurunan harga gas. Alasannya tiap lapangan memiliki karakteristik yang berbeda, tergantung dari lokasi produksi dan konsumen. Proyek gas yang dekat dengan lokasi industri, harganya bisa lebih murah dibandingkan yang jauh dari industri.
Supaya harga gas dalam negeri bisa murah, IPA mengusulkan kepada pemerintah untuk memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Sehingga membantu kontraktor menekan biaya distribusi gas. "Misalnya membangun jaringan pipanya, tapi dengan pengaturan yang sederhana," kata dia. (Baca: Pemerintah Kaji Harga Gas Murah di Mulut Sumur)
Seperti diketahui, pemerintah telah memutuskan akan memberikan izin bagi beberapa sektor industri untuk mengimpor gas secara langsung. Hal ini dilakukan agar industri di dalam negeri bisa mendapat harga lebih murah dari luar negeri.
"Jadi diberikan ruang bagi industri untuk impor langsung," Sekretaris Kabinet Pramono Anung semalam di Kantor Presiden, Jakarta, (24/1) kemarin.
Menurut Pramono, saat ini merupakan kesempatan yang tepat untuk melakukan impor, sebab harga gas dunia sedang turun.Di kawasan Timur Tengah, rata-rata harga gas sebesar US$ 3 hingga US$ 3,5 per juta british thermal unit (mmbtu). (Baca: Berpacu Mengurai Ruwetnya Masalah Harga Gas)
Dalam perhitungannya, setelah ditambahkan biaya transportasi dan biaya lainnya, gas tersebut bisa sampai ke Indonesia dengan harga sekitar US$ 4,5 per mmbtu. Ini sesuai dengan keinginan Presiden Joko Widodo agar harga gas industri bisa ditekan hingga di bawah US$ 6 per mmbtu.