Adhi Karya Teken Proyek LRT meski Pendanaan Belum Jelas
Kementerian Perhubungan dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk menandatangani kontrak perjanjian pelaksanaan prasarana kereta api ringan atau Light Rail Transit (LRT) rute Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek). Meski, skema pembiayaan baru akan diputuskan depan.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono menjelaskan, tata cara pembayaran pembangunan akan ditentukan selambat-lambatnya 30 hari setelah kontrak. Menurutnya, sampai dengan saat ini aturan yang mengatur pengadaan LRT ini masih menggunakan skema Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Setelah perjanjian ini akan didetilkan dengan kedua belah pihak (pemerintah dengan Adhi Karya). Sumber pendanaan dan cara pembayaran ini yang dicari," ujar Prasetyo saat ditemui di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Jumat (10/2).
(Baca juga: Pemerintah Siapkan Surat Utang Syariah untuk Biayai Proyek LRT)
Prasetyo menyatakan, skema yang tampaknya akan menjadi pilihan utama dalam pendanaan proyek tersebut adalah dengan Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). Selain itu mekanisme sinergi antar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga akan dikaji.
Hanya saja, Prasetyo masih belum bisa memastikan skema apa yang akan dipilih. Sementara, kontrak ini memang diteken untuk memberikan kepastian pada Adhi Karya bahwa proyek ini akan tetap berjalan.
Prasetyo menyatakan, target pemerintah tetap, yakni bahwa proyek ini harus terbangun dan beroperasi pada 31 Mei 2019. Prasarananya akan dibangun oleh Adhi Karya, sementara untuk sarana seperti rolling stock akan dikerjakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) .
Sementara itu, Direktur Utama Adhi Karya Budi Harto mengatakan, pihaknya masih menunggu arahan pemerintah untuk skema pembiayaan proyek ini. Namun, sambil menunggu keputusan tersebut, Adhi membutuhkan dana sekitar Rp 7 triliun untuk membangun tahap awal proyek.
(Baca juga: Pertaruhan di Jalan Berbayar Jakarta)
Saat ini, pihak Adhi telah menggelontorkan dana Rp 2 triliun yang diperoleh dari dana Penyertaan Modal Negara (PMN) 2015 sebesar Rp 1,4 triliun dan sisanya dari kas perusahaan.
Untuk menutupi kekurangan tersebut, Budi mengatakan, pihaknya akan mencari alternatif pendanaan lain. "Kita akan terbitkan obligasi dan (pinjaman) dari perbankan," ujar Budi.
Obligasi sendiri akan dilakukan dlam waktu dekat karena telah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara, pinjaman perbankan akan diperoleh dari 4 bank BUMN dan swasta lainnya.
Sampai dengan saat ini, pengerjaan proyek LRT Jabodebek ini baru sekitar 12 persen. Namun, Budi menjelaskan, dengan adanya kepastian kontrak ini dan pembiayaan yang akan dicari oleh Adhi ini, Budi mengklaim, dirinya optimis pengerjaan proyek ini akan mencapai 40 persen sampai dengan akhir tahun 2017 ini.
Sebagai informasi, kontrak Pembangunan Prasarana LRT ini sebesar Rp 23.3 triliun, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen. Namun, tidak termasuk Interest During Constructions (IDC) dan Interest During Payment (IDP). Nilai tersebut untuk pekerjaan pembangunan tahap 1 dengan lintas layanan, yaitu, pertama, Cawang – Cibubur sepanjang 14,3 kilometer, dengan jumlah stasiun 4 unit.
(Baca juga: Penerimaan Minim, Menkeu Putar Otak Cari Dana Proyek LRT
Kemudian, lintas layanan Cawang - Bekasi Timur, sepanjang 18,5 kilometer dengan jumlah stasiun sebanyak 5 unit. Ketiga, lintas layanan Cawang - Kuningan - Dukuh Atas sepanjang 10,5 kilometer dengan jumlah stasiun sebanyak 7 unit.
Dalam proyek ini lingkup pekerjaan Adhi meliputi, jalur, termasuk konstruksi jalur layang, stasiun, fasilitas operasi, dan depo. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan ini sampai dengan tanggal 31 Mei 2019 atau 43 bulan terhitung sejak diundangkannya Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2015, tanggal 9 September 2015.