Temui Jokowi, Pemuda Muhammadiyah Minta Ahok Dinonaktifkan
Presiden Joko Widodo pada hari ini menerima rombongan Pemuda Muhammadiyah. Mereka meminta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dinonaktifkan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hal itu dinilai perlu untuk mengurangi kebisingan politik yang terjadi akhir-akhir ini.
“Jadi untuk mengurangi kebisingan politik yang tidak produktif, saya meminta kepada Pak Jokowi agar segera mungkin menonaktifkan Pak Ahok,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak usai pertemuan dengan Jokowi di Istana Merdeka, Senin (20/2).
Menurut Dahnil, Jokowi memperhatikan saran tersebut namun tak serta-merta mengikutinya. Jokowi, kata Dahnil, akan menunggu keputusan hukum formal yang akan dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA).
(Baca juga: Pilkada Jakarta Catatkan Partisipasi Tertinggi Sepanjang Sejarah)
Dahnil menyatakan, Jokowi tak ingin larut dalam opini yang berkembang dalam debat antara para praktisi hukum. "Pak Jokowi tidak ingin masuk pada ruang debat itu, tapi Beliau akan bersikap dengan tegas apabila fatwa MA keluar," katanya.
Selain itu, Pemuda Muhammadiyah juga meminta fatwa haram bagi buzzer politik. Dahnil menganggap buzzer-buzzer ini merupakan salah satu sumber fitnah serta berita bohong (hoax). Hal ini juga disebutnya merupakan pangkal dari instabilitas politik.
Dirinya juga mengatakan Jokowi menyambut baik hal tersebut. Jokowi, menurut Dahnil, akan mendorong adanya kebijakan dari pemerintah untuk menangkal keberadaan buzzer politik. "Pak Jokowi juga bersepakat akan adanya instrumen kebijakan melawan buzzer politik ini," katanya.
(Baca juga: Hitungan KPU Hampir Rampung: Ahok 43 Persen, Anies 40 Persen)
Hal lain yang juga dibahas adalah masalah korupsi serta terorisme. Dahnil mengatakan Pemuda Muhammadiyah menyampaikan hasil riset soal praktik rente jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan potensi sebesar Rp 44 triliun. Hal tersebut disambut Jokowi bahwa saat ini pemerintah serius melawan korupsi ataupun pungutan liar (pungli).
Terakhir adalah terorisme, di mana Pemuda Muhammadiyah menilai bahwa pendekatan dalam pemberantasan terorisme hendaknya tidak mengedepankan kekerasan. Pemerintah juga dinilai perlu memberikan pendampingan dan membantu ekonomi keluarga para terduga teroris yang tewas dalam proses penangkapan.
"Pak Jokowi juga sampaikan akan beri pendampingan termasuk kepada keluarga Siyono yang di Klaten," katanya. Siyono merupakan terduga teroris yang tewas dalam proses penangkapan oleh Densus 88 pada Maret 2016 lalu.
(Baca juga: Gandeng Facebook dan Google, Pemerintah Ajak Masyarakat Tangkal Hoax)
Sedangkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pihaknya tidak bisa memaksakan apakah MA akan membuat fatwa hukum terkait Ahok atau tidak. Dirinya hanya menjelaskan Ahok karena adanya tafsir berbeda oleh para praktisi hukum antara dakwaan dengan Undang - Undang Pemda. "Wajar saja kalau ada beda pendapat," katanya.