Risiko Bank dan Bahaya Spekulan di Balik Uang Muka Rumah Nol Rupiah

Martha Ruth Thertina
21 Februari 2017, 16:50
KPR rumah
Arief Kamaludin|KATADATA

Program kepemilikan rumah dengan uang muka (down payment/DP) nol persen atau nol rupiah yang diusung salah satu pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, memicu kehebohan dan pro-kontra. Program ini bertujuan agar semua masyarakat bisa memiliki hunian di dalam kota. Namun, di sisi lain, program ini dikhawatirkan berisiko besar bagi perbankan dan pasar properti.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menjelaskan, dalam aturan Bank Indonesia (BI), kredit pemilikan rumah (KPR) memang harus dengan uang muka. KPR bisa saja tanpa uang muka bila merupakan program pemerintah.

Jadi, “(Uang muka) ditalangi pemerintah, artinya beban diambil pemerintah,” kata dia kepada Katadata, Senin (21/2). Artinya, uang muka tetap ada dan harus disetorkan ke bank atau pemberi pinjaman, hanya tinggal pihak mana yang membayarnya: nasabah atau pemerintah.

Aturan uang muka memang jadi harga mati bagi BI. Gubernur BI Agus Martwardojo menegaskan, tidak mungkin KPR tanpa uang muka. "Harus ada minimum DP untuk penyaluran kredit mortgage. Kalau nol persen menyalahi 9aturan). Sebaiknya jangan dilakukan karena nanti akan dapat teguran dari otoritas," ujarnya, Jumat (17/2) pekan lalu.

(Baca juga: Seberapa Besar Peluang Punya Hunian Bebas Uang Muka di Jakarta?)

BI memang mengatur secara ketat kebijakan batasan uang muka sejak 15 Maret 2012. Ketika itu, BI menerbitkan peraturan Loan to Value (LTV) yang membatasi maksimal pembiayaan KPR dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) oleh perbankan. Secara tidak langsung, aturan itu juga membatasi minimal uang muka yang harus dibayarkan nasabah KPR.

Bukan tak ada sebab BI merilis aturan ketat tersebut. Sebelumnya, KPR dan KKB di perbankan tumbuh kencang, yang kemudian bermuara kepada kenaikan kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) perbankan dan lembaga pembiayaan.

Sekadar gambaran, pada Desember 2011, sebelum BI menerbitkan aturan tersebut, pertumbuhan KPR melonjak 32,9 persen dibandingkan setahun sebelumnya. Pertumbuhan KPR makin melonjak pada Januari 2012 menjadi 43,04 persen atau di atas rata-rata pertumbuhan kredit yang mencapai 23,72 persen.

Seiring pertumbuhan kencang KPR, rasio NPL pun ikut meningkat. Rasio NPL KPR naik dari 1,83 persen pada Desember 2011 menjadi 2,12 persen pada Januari 2012.

Selain itu, ringannya persyaratan kredit telah memunculkan para spekulan yang membeli rumah bukan untuk ditempati melainkan untuk investasi. Kondisi ini membuat harga rumah kian meroket.

Dua kondisi itulah yang melatari langkah BI memperketat aturan LTV. Pembiayaan KPR oleh bank untuk rumah tipe 70 ke atas sebesar 70 persen alias uang mukanya minimal 30 persen. Bahkan, uang muka untuk kepemilikan rumah kedua, ketiga, dan seterusnya lebih tinggi lagi, yaitu 40 persen dan 50 persen.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...