Pemerintah Akan Batasi Kapal Masuk ke Empat Wilayah Laut
Pemerintah akan menetapkan beberapa lokasi perairan atau laut sebagai wilayah laut sensitif. Penetapan kategori ini merupakan upaya pemerintah mencegah terulangnya kejadian kerusakan terumbu karang oleh kapal pesiar MV Caledonian Sky di Raja Ampat.
Deputi Koordinasi Bidang Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengatakan pemerintah akan membahas kesiapan beberapa perairan yang akan masuk dalam kategori sensitif. Rencananya, rapat ini akan dilakukan pada Rabu (22/3) mendatang.
Secara resmi wilayah laut sensitif ini bernama Particularly Sensitive Sea Areas (PSSA), mengacu kategori yang dikeluarkan oleh International Maritime Organization (IMO). "Ada tiga atau empat (laut) yang siap kami ajukan, semua di Indonesia Timur," kata Havas saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (20/3). Sayangnya dia tidak merinci lokasi perairan tersebut.
Dengan dimasukkannya beberapa laut Indonesia dalam daftar PSSA, maka aturannya akan semakin jelas. Salah satu, larangan kapal memasuki kawasan perairan yang masuk dalam daftar tersebut. (Baca: Kementerian KKP Periksa Izin Masuk Kapal Perusak Karang Raja Ampat)
Sebelumnya pemerintah enggan memasukkan daftar laut Indonesia ke dalam kategori sensitif, lantaran biaya riset terhitung mahal. "Tapi untuk anggaran (riset) itu teknis di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta di Kementerian Perhubungan itu Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Kementerian Perhubungan)," katanya.
Pemerintah menyadari kerusakan terumbu karang, seperti di Raja Ampat, bisa terjadi karena Indonesia tidak pernah menangani masuknya kapal pesiar yang besar. Selama ini kapal pesiar lebih sering masuk dan berlabuh di Singapura karena minimnya infrastruktur penunjang yang kurang memadai serta birokrasi yang dianggap sulit.
Sama halnya seperti di Australia, yang tidak pernah mengalami kejadian serupa karena lautnya memiliki banyak gugusan karang besar (Great Barrier Reef). "Itu kalau mau kita lihat secara objektif," katanya.
Terkait berapa besar kerusakan terumbu karang yang terjadi di Raja Ampat, Havas mengaku saat ini pihaknya masih mendalami. Masih ada dua dari sembilan penampang lintang (transect) wilayah yang belum selesai hasil survei kerusakannya. Adapun total wilayah yang disurvei mencapai 22.060 meter persegi.
Kegiatan survei ini sempat berhenti karena ada beberapa kendala di lapangan. "Kemarin itu ombak deras, maka tidak dilanjutkan dulu," kata Havas. Dirinya menargetkan survei dua bidang penampang lagi akan segera dikerjakan lagi besok. (Baca: Pemerintah Urus Klaim Asuransi Kerusakan Karang Raja Ampat)
Untuk diketahui, rusaknya terumbu karang di Raja Ampat berawal dari masuknya kapal MV Caledonian Sky seberat 4200 gross ton, pada 3 Maret 2017. Kapal berbendera Bahama itu dinahkodai oleh Kapten Keith Michael Taylor. Kapal pesiar ini membawa 102 turis dan 79 anak buah kapal (ABK).
Setelah mengelilingi pulau, mengamati keanekaragaman burung dan menikmati pementasan seni, para penumpang kembali ke kapal siang hari pada 4 Maret 2017. Kapal pesiar itu kemudian melanjutkan perjalanan ke Bitung pada pukul 12.41 WIT.
Di tengah perjalanan menuju Bitung, MV Caledonian Sky kandas di atas sekumpulan terumbu karang di Raja Ampat. Kapten Keith Michael Taylor merujuk pada petunjuk peta GPS dan radar, tanpa mempertimbangkan faktor gelombang dan kondisi alam lainnya. Kandasnya kapal inilah yang akhirnya menimbulkan kerusakan terumbu karang.