Gubernur BI: Pertama Kali, Proyeksi Ekonomi Global Dikoreksi Naik

Desy Setyowati
27 April 2017, 14:06
Gubernur BI, Agus Martowardojo
Arief Kamaludin|KATADATA
Gubernur BI Agus Martowardojo

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo berharap pertumbuhan ekonomi domestik bakal terkerek naik. Pasalnya, untuk pertama kalinya dalam lima tahun terakhir, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dikoreksi naik.

Perekonomian dunia tahun ini diperkirakan tumbuh 3,5 persen atau lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 3,4 persen. “Di 2017 ini pertama kalinya ketika ada koreksi, itu naik,” ujar dia saat meluncurkan Laporan Perekonomian Indonesia 2016, di Gedung BI, Jakarta, Kamis (27/4).

Menurut Agus, koreksi tersebut semestinya menjadi sinyal positif bagi perekonomian Indonesia. Alasannya, perbaikan ekonomi dunia bisa mendongkrak harga komoditas yang menjadi salah satu tumpuan ekonomi domestik. (Baca juga: Bappenas Prediksi Ekonomi Tahun Depan Tumbuh 5,6 Persen)

“Kalau dibanding realisasi pertumbuhan ekonomi dunia di 2016 sebesar 3,1 persen, kalau bisa naik ke 3,5 persen tentu memberikan harapan kepada kami semua. Perkembangan ini bisa mendorong naik harga komoditas,” ujarnya. 

Kenaikan harga komoditas diharapkan bisa mendorong industri domestik untuk lebih ekspansif. Dengan begitu, investasi dan penyaluran kredit juga bisa tumbuh lebih tinggi. (Baca juga: Ekonomi Tumbuh di Bawah Prediksi, BI Tahan Bunga Acuan 4,75 Persen)

Meski begitu, ia menekankan, masih ada sederet ancaman untuk perekonomian tahun ini. Dari sisi global, ada risiko ekonomi dunia tumbuh lebih rendah jika konsolidasi negara-negara maju tidak sesuai harapan. Selain itu, ada juga risiko berupa kebijakan dagang negara maju yang proteksionis, rencana bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), menaikkan bunga dananya sekaligus menurunkan neracanya.

“Neraca The Fed itu akan mulai diturunkan yang bisa berdampak pada perekonomian dunia dan pasar keuangan global. Di 2017 juga ada rencana kenaikan suku bunga acuannya (Fed Fund Rate) sebanyak tiga kali tahun ini,” tutur dia.

Dari sisi domestik, risiko berasal dari penerimaan pajak yang masih rendah. Selain itu, konsolidasi perbankan dan korporasi yang berjalan lambat. Risiko lainnya yakni terkait efektivitas transmisi kebijakan moneter dan tekanan inflasi akibat kenaikan harga komoditas. (Baca juga: Asumsi Berubah, Ekonom Sarankan Harga BBM Naik Pasca Lebaran

Menurut Agus, untuk bisa memanfaatkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia yang cenderung meningkat, maka reformasi struktural harus terus dilakukan di antaranya dengan memperbaiki konektivitas antarwilayah sehingga bisa memperkuat distribusi dan menurunkan biaya produksi. Hal tersebut digadang-gadang akan mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa memberi tekanan berlebih terhadap inflasi. 

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...