Banyak Bantalan Likuiditas, BI Yakin ASEAN Kuat Hadapi Risiko Ekonomi
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo optimistis negara-negara ASEAN mampu menghadapi risiko gejolak ekonomi ke depan. Apalagi, ada banyak bantalan likuiditas yang tersedia untuk membantu negara-negara ASEAN bila mengalami kesulitan likuiditas valuta asing (valas), salah satunya berasal dari Chiang Mai Initiative Multilateralitation (CMIM).
“Di regional ini kami ada banyak layer (lapisan) bantalan, yang salah satunya adalah CMIM. Ini bisa mendukung kami dan mendorong kami bergerak maju,” kata Perry dalam seminar internasional bertajuk ‘Global Economic Outlook in ASEAN Perspective’ di Gedung BI, Jakarta, Jumat (28/7). (Baca juga: BI Ramal Dana Asing di Saham dan Obligasi Tergerus Kenaikan Bunga Fed)
CMIM merupakan kerja sama keuangan antarmenteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara di Asia Tenggara ditambah Jepang, China dan Korea Selatan. Total likuiditas yang tersedia dalam kerja sama tersebut mencapai US$ 240 miliar. Adapun, Indonesia memiliki jatah US$ 22,76 miliar.
Namun, bukan hanya itu yang membuat Perry optimistis dengan kemampuan negara ASEAN menghadapi gejolak. Menurut dia, perekonomian dan stabilitas makro ekonomi ASEAN juga sudah lebih kuat sejak krisis 1997.
“Regional sejak krisis 1997 sudah lebih kuat dengan dinamika ekonomi dunia, baik dari sisi stabilitas makro ekonomi, integrasi keuangan dan perbankan, juga mengatur utang nasionalnya. Kalau dibanding 1997, saat ini (regional) lebih berdaya tahan,” ujar dia. (Baca juga: Belanja Infrastruktur Sokong Ekonomi ASEAN Menguat Lebih Cepat)
Perry juga mengapresiasi kehati-hatian negara ASEAN dalam menjalankan kebijakan fiskalnya. Namun, ia menekankan cadangan devisa (cadev) harus diperkuat. Di Indonesia sendiri cadev sudah mencapai US$ 121,8 miliar. “Cadev yang tinggi itu juga menjadi bagian dari domestic buffer (bantalan domestik),” kata dia.
Sebelumnya, ia pernah menyampaikan bahwa untuk mengantisipasi dampak negatif ketidakpastian global, ada tiga langkah yang dilakukan BI. Pertama, menerapkan bauran kebijakan yaitu suku bunga, nilai tukar rupiah, dan pengawasan (surveillance) untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan.
Kedua, cadev yang dijaga cukup untuk memenuhi kewajiban di dalam negeri. Ketiga, meningkatkan kerja sama dengan bank sentral lainnya.