100 Hari Menjabat, Trump Bersiap Hadapi Kelumpuhan Pemerintahan
Jelang 100 hari pertama masa jabatannya, pada 30 April ini, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump malah terancam mengalami kelumpuhan (shutdown) pemerintahan. Penyebabnya adalah belum bisa dicairkannya anggaran untuk membiayai para pegawai pemerintah. Kondisi ini seperti mengulang nasib Presiden Barack Obama yang menglami shutdown selama 17 hari padda tahun 2013.
Trump terlihat sudah siap, bahkan pasrah, menghadapi nasib tersebut. “Nanti kami lihat apa yang terjadi. Jika pemerintahan berhenti, maka berhenti sudah,” ujarnya seperti dilansir Reuters, Jumat (28/4).
Trump menyebut penghentian kegiatan pemerintahan akan menjadi hal yang sangat negatif. Meski demikian, pemerintahannya sudah bersiap-siap jika penghentian memang terjadi.
Ia pun menyebut kubu Partai Demokrat lah yang bertanggungjawab jika pemerintahan federal kekurangan dana. Kongres memiliki waktu hingga pukul 00.01 Sabtu dini hari, 29 April 2017, untuk menyetujui undang-undang yang akan mengatur pendanaan kepada pemerintah.
Jika hingga tenggat waktu tersebut tidak tercapai persetujuan di Kongres, maka pemerintah akan tutup karena tidak memiliki dana. Hal ini bakal berakibat pada pemutusan kerja ratusan ribu hingga ribuan pekerja federal. Kondisi tersebut bisa berlangsung selama lima bulan hingga 30 September nanti seiring dengan dimulainya pembahasan anggaran untuk periode fiskal yang baru.
(Baca: Trump Bakal Pangkas Pajak Korporasi Jadi 15 Persen)
Pada Rabu pekan ini, kubu Partai Republik yang memang mendukung Trump, mengumumkan undang-undang untuk mendanai kegiatan operasional pemerintah. Namun, mereka harus bernegosiasi dengan kubu Partai Demokrat untuk rencana yang akan diterapkan pada tahun fiskal yang berjalan hingga 30 September mendatang.
(Baca: Pemerintah Tenang Hadapi Isyarat “Lampu Kuning” Trump)
Pangkal soalnya adalah langkah Trump memasukkan dana pembangunan tembok perbatasan dengan Meksiko ke dalam anggaran pemerintah yang dibahas di Kongres. Hal ini ditentang keras oleh banyak anggota kongres, khususnya dari Partai Demokrat.
Namun, di sisi lain, Trump mengkritik adanya anggaran jaminan kesehatan atu lebih dikenal Obamacare. Ia mengungkapkan, tidak adil jika pemerintahannya menawarkan penalangan utang kepada Puerto Rico, yang masuk dalam teritorial Amerika Serikat. Hal ini merupakan sebuah ketidakadilan bagi warga AS.
Saat melakukan negosiasi anggaran, kubu Demokrat meminta adanya dukungan finansial untuk menopang program Medicaid Puerto Rico. Program tersebut mencakup asuransi kesehatan untuk warga miskin. Namun, banyak simpatisan kubu Republik yang menentang ide ini.
Pada Kamis (27/4), sejumlah pemimpin dari kubu Partai Republik gagal menghimpun suara untuk memuluskan undang-undang yang akan membatalkan Affordable Care Act, yang juga dikenal sebagai Obamacare.
Para pejabat di Gedung Putih pun berharap pengabilan suara yang digelar pada Jumat pekan ini bisa menjadi bukti Trump dalam menepati janji kampanyenya untuk membatalkan undang-undang kesehatan di masa Presiden Obama.
Seperti dilansir The New York Times, Kamis (27/4), seorang ajudan senior di Gedung Putih menyatakan tidak akan ada pemungutan suara untuk menentukan nasib undang-undang kesehatan pekan ini. (Baca: ADB Ramal Kenaikan Permintaan Dunia Bisa Tangkal Kebijakan Trump)
Setidaknya ada 18 pejabat Gedung Putih dari kubu Partai Republik yang menolak revisi undang-udang tersebut. Jika ada lebih dari 22 suara yang menolak, maka revisi tersebut batal.