Pengusaha Desak Susi Batalkan Larangan Penggunaan Cantrang
Pengusaha meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membatalkan peraturan yang melarang penggunaan cantrang untuk menangkap ikan. Mereka menilai, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 tahun 2015 mengenai pelarangan penggunaan alat tangkap berupa cantrang dan trawl itu dibuat tanpa kajian.
“Nelayan menuntut agar semua Peraturan Menteri Susi yang keluar secara illegal, karena tanpa kajian, tanpa konsultasi dengan stakeholder dicabut, karena merugikan nelayan dan pembudidaya ikan kerapu,” kata Ketua Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wayan Sudja saat dihubungi, Jumat (28/4).
Wayan pun meminta Menteri Susi membuktikan bahwa penggunaan cantrang benar-benar berbahaya bagi lingkungan. Bahkan, pembuktian itu seharusnya dilakukan sebelum Susi melarang penggunaan cantrang sebagai alat penangkap ikan bagi nelayan.
(Baca juga: Ramai Diprotes, Jokowi Akan Panggil Susi Soal Larangan Cantrang)
Menurut Wayan, penggunaan cantrang tidak akan merusak karang. Pun dengan ikan-ikan yang ditangkap cantrang bukan bayi tuna melainkan jenis ikan lain yang memang berukuran lebih kecil.
Wayan menjelaskan bahwa larangan penggunaan cantrang telah membuat sekitar 300 ribu perahu nelayan tak bisa melaut. Jumlah itu dinilainya sangat signifikan karena total perahu nelayan di Indonesia disebutnya sebanyak 680 ribu unit. “FAO (Food and Agriculture Organization) saja tidak melarang cantrang kok di sini dilarang,” katanya.
Wayan juga menyatakan bahwa larangan penggunaan cantrang telah merugikan nelayan. Sebab, alat pengganti cantrang yang dijanjikan pemerintah berupa gill net tak bisa menghasilkan tangkapan yang setara. Apalagi, alat itu juga belum terdistribusi secara merata.
(Baca juga: Menteri Susi Dapat Komitmen Investasi 6 Pelabuhan Ikan dari Jepang)
“Susi tidak bisa membuktikan bahwa penggantian alat tangkap cantrang ke gill net akan lebih mensejahterakan nelayan dari segi produktivitas,” katanya.
Sebaliknya, Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan bahwa pengguna cantrang hanya 2 persen dari total pelaku perikanan tangkap. Sementara sisanya menggunakan pukat cincin (2 persen), jaring insang (28 persen), jaring angkat (4 persen), pancing (39 persen), perangkap (10 persen), pukat kantong (7 persen), dan alat pengumpul dan penangkap (4 persen). “Itu data resmi 2014,” kata Biro Humas KKP Lilly Aprilya Pregiwati
Berdasarkan catatan KKP, larangan penggunaan cantrang atau bottom trawl sudah dilakukan di berbagai negara mengingat berbagai dampaknya yang buruk bagi keberlangsungan sumberdaya perikanan. “Selain Indonesia, misalnya Uni Eropa, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Australia umumnya sudah melakukan pelarangan bottom trawl,” katanya.
(Baca juga: Susi dan TNI AL Buru Kapal Asing Pencuri Harta Karun di Anambas)