Cegah Biaya Bengkak Akibat Cuaca Buruk, SKK Migas Gandeng BMKG
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menggandeng Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk mengantisipasi cuaca buruk. Sebab, cuaca buruk akan mengganggu pengambilan minyak dan gas bumi siap jual di titik serah.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, cuaca buruk memang kerap menjadi tantangan kontraktor ketika mengirimkan produksi minyak dan gas buminya ke pembeli. Hal ini pernah terjadi di Blok Cepu pada Februari lalu.
(Baca: Produksi Minyak Blok Cepu Turun 75 Persen)
Buruknya cuaca saat itu tidak bisa diantisipasi lebih cepat oleh ExxonMobil selaku operator Blok Cepu. Alhasil, pengangkutan minyak pun tertunda selama beberapa hari. Ujung-ujungnya, kondisi tersebut menyebabkan penurunan produksi.
Dengan menggandeng BMKG, harapannya kasus tersebut tidak terulang. BMKG bisa memberikan informasi prakiraan cuaca kepada kontraktor. "Jadi cuaca buruk bisa diantisipasi, dan kami sudah bisa atur lifting-nya lebih banyak tiga hari sebelumnya," kata Amien di Jakarta, Rabu (31/5).
Kerja sama ini sebenarnya sudah dibicarakan SKK Migas dengan BMKG pada akhir tahun lalu. Namun, niat tersbeut baru bisa dituangkan sekarang dalam bentuk nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara SKK Migas dan BMKG.
Lewat nota kesepahaman itu banyak data layanan jasa BMKG yang bisa dimanfaatkan oleh SKK Migas dan kontraktor migas. Layanan itu antara lain observasi cuaca, seperti intensitas curah hujan, kecepatan dan arah angin baik di darat maupun di laut, tinggi gelombang laut, pasang surut, kecepatan arus bawah air laut.
(Baca: Cuaca Buruk, Operasi Migas Terganggu)
Kemudian ada data geofisika dan bencana alam seperti informasi kegempaan dan potensi tsunami. Ada juga sistem peringatan dini (early hazard warning system) terkait adanya tumpahan minyak (oil spill); serta bahaya asap kebakaran hutan.
Di sisi lain, BMKG dapat memanfaatkan fasilitas migas yang berada di lepas pantai (offshore) baik di anjungan, kapal Floating Production Storage Offloading (FPSO) maupun Floating Storage Offloading (FSO) untuk menempatkan peralatan atau sensor. Tujuannya agar perkiraan cuaca bisa lebih akurat. Saat ini terdapat sekitar 490 anjungan lepas pantai yang dioperasikan KKKS baik itu kapal FPSO yang berdiam di tengah laut.
Keterlibatan BMKG di sektor hulu migas juga sebagai bentuk pemberdayaan kapasitas nasional. "Ke depannya tidak ada lagi kerja sama atau kontrak kerja dengan pihak lain terkait pelayanan jasa MKG di kegiatan survei, pengeboran, proyek maupun operasional," kata Amien.
Deputi Operasi SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman berharap kerja sama ini bisa membuat biaya operasi kontraktor makin efisien karena sudah bisa mengantisipasi cuaca yang datang. "Kami tidak mau biaya menjadi tinggi ini gara-gara cuaca," kata dia.
Di tempat yang sama, Kepala BMKG Andi Eka Sakya mengatakan, pihaknya juga akan memberikan pelayanan informasi data geofisika dan bencana alam. "Misalnya di Dumai itu kalau kemarau bisa ada kebakaran, itu menjadi fokus kami," kata dia.
(Baca: Rp 221 Triliun Kerugian Akibat Kebakaran Hutan)
Setelah penandatanganan nota kesepahaman dengan SKK Migas, BMKG langsung menandatangani perjanjian kerja sama dengan dua kontraktor migas. Mereka adalah Husky CNOOC Madura Limited (HCML) sebagai operator wilayah kerja Madura Strait, dan ENI sebagai operator wilayah kerja Muara Bakau. Kerja sama ini terkait penyediaan layanan informasi di bidang meteorologi maritim.