Indeks Keyakinan Konsumen Rekor Tertinggi, Konsumsi Akan Menguat
Optimisme konsumen kian menguat tahun ini. Hal tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang terus menanjak sepanjang lima bulan pertama 2017. Pada Mei lalu, indeks mencapai 125,9. Level indeks ini merupakan yang tertinggi dalam lebih dari satu dekade.
Mengacu pada data IKK sepanjang 2006-2017 yang dilansir di situs Bank Indonesia (BI), level IKK tak pernah setinggi Mei lalu. Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan peningkatan indeks tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan konsumen menguat terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ke depan.
Ia mengatakan, kondisi ekonomi saat ini memang relatif stabil. Tingkat inflasi dan ketersediaan pekerjaan relatif baik. “Dengan stabilitas yang baik, maka ada harapan ke depan situasi semakin baik, situasi tenaga kerja dan ada peningkatan pendapatan,” kata David kepada Katadata, Jumat (10/6).
Secara berturut-turut sepanjang Januari hingga Mei lalu, IKK terus menanjak dari 115,3 pada Januari, menjadi 117,1 pada Februari, lalu naik menjadi 121,5 pada Maret, dan naik lagi menjadi 123,7 pada April, hingga mencapai 125,9 pada Mei lalu.
David berharap dengan kepercayaan konsumen yang menguat, konsumsi dalam negeri juga kian meningkat, bukan hanya disokong belanja pangan yang naik selama hari raya. “Dengan IKK naik, ke depan kami berharap pembelian durable goods (barang tahan lama) meningkat,” kata dia. Sebab, pembelian barang tahan lama bisa memacu laju perekonomian.
Durable goods yang dimaksud David seperti mobil, rumah, furnitur, dan elektronik. Ia pun mencontohkan efek berantai dari meningkatnya pembelian properti. Hal tersebut bisa menggerakkan bisnis di sektor properti dan 200 subsektornya. Subsektor yang dimaksud seperti industri semen, interior, dan jasa arsitek. “Itu baru satu, properti, belum elektronik dan lainnya,” kata dia. (Baca juga: Keterbukaan Data Bank Picu Dana Hengkang ke Properti dan Emas)
Sejauh ini, pertumbuhan pembelian barang-barang tersebut nyaris stagnan. ‘Meningkat tapi lemah,” kata dia. Salah satu penyebabnya, kelas menengah yang masih ragu-ragu membelanjakan uangnya karena melihat kondisi ekonomi dan politik global serta domestik yang tak stabil. Ia pun menyebut beberapa perhelatan yang jadi perhatian masyarakat yaitu pemilu di Eropa dan pemilukada serentak di Indonesia.
“Tapi itu semua sudah berlalu, kondisi politik, keamanan, ekonomi sudah stabil, tinggal menunggu waktu (konsumsi) meningkat ke depan,” ujarnya. (Baca juga: Menperin: Ramadan Jadi Momentum Dongkrak Pertumbuhan Industri)
David memproyeksikan pertumbuhan ekonomi bisa berkisar 5,2-5,3 persen tahun ini disokong oleh konsumsi masyarakat. Level pertumbuhan ekonomi tersebut sedikit lebih tinggi dibanding tahun lalu yang sebesar 5,02. “Iya (disokong) konsumsi masyarakat. Ekonomi kita masih bergantung 56 persen dari konsumsi,” ucapnya.