Investor Migas Ragu Pakai Skema Gross Split Tanpa Kejelasan Pajak
Pelaku industri minyak dan gas bumi (migas) yang tergabung dalam Indonesian Petroleum Association (IPA) meminta kejelasan mengenai perpajakan dalam skema kontrak gross split. Hal ini penting karena lelang blok migas tahun ini menggunakan skema kontrak tersebut.
Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong mengatakan sampai saat ini belum ada aturan yang menjelaskan secara khusus pajak untuk skema gross split. Padahal, peraturan tersebut akan mempengaruhi animo investor dalam mengikuti lelang blok migas.
(Baca: Kontraktor Migas Minta Pemerintah Bikin Aturan Pajak Gross Split)
Jika aturan tersebut bisa terbit sebelum lelang berakhir, investor bisa menghitung keekonomiannya lebih mudah. “Makanya kami bilang kalau bisa dipercepat aturan perpajakannya atau lelangnya diundur. Takutnya orang mau hitung kan ragu, kalau ada aturan pajak hitungannya jadi jelas,” kata Marjolijn usai bertemu dengan Luhut di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Rabu (21/6)
Marjolijn meminta pemerintah segera membuat peraturan baru yang secara khusus membahas perpajakan dalam kontrak gross split. Alasannya, skema kontrak gross split sangat berbeda dengan kontrak bagi hasil konvensional.
Dalam skema gross split tidak ada pengembalian biaya operasi (cost recovery), sementara bentuk kontrak sebelumnya diatur mengenai itu. Perbedaan ini membuat pelaku industri bingung mengenai pajak mana saja yang harus dibayarkan dan mana yang tidak.
(Baca: Gross Split, Evolusi Kontrak Bagi Hasil)
Hal ini pun sudah disampaikan dalam rapat koordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang dilakukan hari ini. “Jadi tolonglah peraturan perpajakan dibuat dulu khusus untuk gross split biar orang bisa menghitung,” ujar dia.
Tahun ini pemerintah memelang 15 blok migas yang terdiri dari 10 blok konvensional dan lima blok nonkonvensional. Adapun mekanisme pelelangan blok migas konvensional terdiri penawaran reguler dan penawaran langsung.
Untuk penawaran reguler, terdiri dari tiga blok yakni Blok Tongkol di Lepas Pantai (Offshore) Natuna, Blok East Tanimbar di lepas pantai Southest Maluku, dan Blok Memberamo di lepas pantai dan daratan papua.
Sisanya melalui penawaran langsung terdiri dari Andaman I dan Andaman II di Aceh, Blok South Tuna di Kepulauan Riau, Blok Merak yang berlokasi diantara Banten dan Lampung, Blok Pekawai di Kalimantan Timur, Blok West Yamdena di Maluku, dan Blok Kasuri III di Papua Barat.
(Baca: Pemerintah Lelang 15 Blok Migas Pakai Skema Gross Split)
Sementara untuk blok nonkonvensional terdiri dari dua blok shale hidrokarbon dan tiga blok gas metana batubara. Untuk blok shale hidrokarbon terdiri dari Jambi I dan Jambi II di Provinsi Jambi. Lelang jenis blok lainnya yakni Gas Metana Batubara terdiri dari Raja, Bungamas, dan West Air Komering yang semuanya terletak di Sumatera Selatan