Jadi Justice Collaborator, 2 Terdakwa Korupsi e-KTP Divonis "Ringan"
Majelis hakim sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis kedua terdakwa kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2013, Irman dan Sugiharto dengan pidana penjara masing-masing tujuh dan lima tahun.
Majelis hakim juga mewajibkan Irman membayar denda sebesar Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan penjara. Adapun, Sugiharto diwajibkan membayar denda sebesar 400 juta rupiah subsidair kurungan enam bulan.
"Menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi," ujar hakim ketua John Halasan Butarbutar membacakan amar putusan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7)
Vonis hakim ini sama dengan tuntutan jaksa KPK yang meminta Irman dan Sugiharto masing-masing dijatuhihukuman penjara tujuh dan lima tahun. (Baca: Pleidoi Terdakwa Korupsi e-KTP Perkuat Bukti Campur Tangan DPR)
Hakim menilai keduanya terbukti menyalahgunakan wewenang untuk mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP. Intervensi tersebut dimulai dari proses anggaran, lelang, hingga pengadaan e-KTP.
Keduanya juga disebut terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013. (Baca:
Irman dinilai telah memperkaya diri sebesar US$ 500 ribu. Sedangkan Sugiharto dinilai memperkaya diri sendiri sejumlah US$ 50 ribu. Keduanya juga dianggap telah menguntungkan orang lain dan korporasi.
Irman sebagai orang yang mempunyai otoritas tidak melakukan pencegahan terhadap tindakan Sugiharto, justru menjadi bagian dari kejahatan tersebut.
Dalam pertimbangan yang memberatkan, majelis hakim menilai perbuatan kedua terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi. Kemudian, keduanya dinilai merugikan negara dan masyarakat pada umumnya karena proyek e-KTP merupakan program penting dan strategis bagi Indonesia.
Perbuatan terdakwa juga dinilai berdampak masif dan masih dirasakan hingga saat ini. Selain itu, perbuatan kedua terdakwa juga merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Adapun, majelis hakim menilai hal yang meringankan karena kedua terdakwa belum pernah dihukum dan telah mengembalikan sebagian uang pengganti. Selain itu, keterangan tersangka yang terus terang dan dapat mengungkap pelaku lain membuat majelis hakim mengabulkan status Justice Collaborator (JC). Status JC tersebut juga menjadi hal yang dinilai meringankan.
(Baca: Setya Novanto Didesak Mundur dari Kursi Ketua DPR)
Hakim juga mewajibkan Irman membayar uang pengganti sejumlah US$ 500 ribu yang telah dikurangi pengembalian sebesar US$ 300 ribu dan Rp 50 juta. Jika uang pengganti tersebut tak dikembalikan dalam tempo satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap, maka Irman akan dikenakan pidana tambahan dua tahun penjara.
Sementara, Sugiharto diwajibkan membayar uang pengganti sebesar US$ 50 ribu yang telah dikurangi pengembalian sebesar US$ 30 ribu dan Honda Jazz senilai Rp 150 juta. Jika uang pengganti tersebut tak dikembalikan dalam tempo satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap, maka Sugiharto akan dikenakan pidana tambahan satu tahun penjara.
Irman dan Sugiharto terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHPidana.
(Baca: Jadi Saksi di Pengadilan, Setya Bantah Mendalangi Korupsi Proyek e-KTP)