Fraksi DPR Saling Lobi soal Ambang Batas Presiden di RUU Pemilu
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memutuskan menskors sidang paripurna yang membahas Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu). Skors diberikan selama dua jam untuk memberikan kesempatan lobi politik antarfraksi.
"Kami utamakan proses musyawarah dan mufakat melalui lobi," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang memimpin sidang paripurna di ruangan sidang DPR, Jakarta, Kamis (20/7).
Fadli mengatakan, waktu lobi sesuai permintaan dari sebagian besar fraksi terkait paket lima isu krusial pemilihan umum dan pemilihan Presiden. Apabila proses lobi dan musyawarah ini tidak mencapai titik temu, maka mekanisme keputusan akan menggunakan cara voting atau jajak pendapat dari anggota yang hadir.
Selama sidang berlangsung, 10 fraksi telah memaparkan sikapnya terhadap lima isu krusial yang belum mencapai titik temu. Dari lima isu krusial, perdebatan alot terjadi terutama dalam isu ambang batas persyaratan pencalonan presiden (parliamentary threshold) dan metode konversi suara.
(Baca: Alot Bahas Ambang Batas Presiden, Paripurna RUU Pemilu Hujan Interupsi)
Hingga saat ini ada dua kelompok besar, pertama kelompok partai koalisi pemerintah yakni PDIP, Golkar, PPP, NasDem dan Hanura yang memilih persyaratan calon presiden dengan ambang batas 20-25%. Sementara partai di luar pemerintah yakni Gerindra, Demokrat dan PKS yang mendukung nol persen ambang batas presiden.
Politikus fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman mengatakan saat ini partainya masih bertahan dengan opsi nol persen ambang batas presiden. Namun Benny membuka opsi lobi untuk mencapai kata mufakat. "Kalau memang gagal (mufakat), langsung voting," kata Benny.
Perwakilan dari kubu pemerintah, fraksi Partai Nasdem yang diwakili oleh Johny G. Plate menegaskan partainya bertahan dengan sikapnya. Mereka mendukung ambang batas presiden 20-25% dengan alasan calon presiden sebagai sosok yang telah terseleksi dan mendapatkan legitimasi politik.
"Dengan itu ada Presiden yang didukung pemerintahan dan parlemen yang memadai," kata Johny.
(Baca: Koalisi Pemerintah Belum Satu Suara Jelang Paripurna RUU Pemilu)
Partai yang bekoalisi dengan pemerintah yakni Partai Amanat Nasional menawarkan jalan tengah dengan opsi ambang batas presiden 10-15%. “Kami membuka dialog menwarkan jalan tengah menawarkan 10% presidential threshold,” kata Sekretaris fraksi PAN Yandri Susanto.
Sementara perwakilan dari Partai Kebangkitan Bangsa tak menyampaikan pilihannya secara terbuka di ruang forum paripurna. Fraksi PKB memilih memberikan pendapat secara tertulis. “Agar jangan terlalu lama memutuskan musyawarah untuk mufakat, kalau tak bisa segera lakukan voting.”
Sementara itu, untuk isu metode konversi suara, terbagi antara dua kelompok yakni metode Kuota Hare atau Sainte Lague Murni. Pendukung metode Kuota Hare, di antaranya Demokrat, PAN, dan PKS, dengan alasan tak merugikan partai kecil. Sementara fraksi yang memilih metode Sainte Lague adalah Hanura dan NasDem.
Isu krusial lain dalam RUU Pemilu yakni soal ambang batas parlemen tak lagi menjadi perdebatan karena hampir seluruh fraksi sepakat pada persyaratan 4%. Sementara itu mengenai sistem pemilu hampir seluruh fraksi sepakat pada sistem pemilu terbuka dengan alokasi kursi per daerah pemilihan pada 3-10 kursi.