Ditopang Perbankan, IHSG Bisa Capai Rekor Tertinggi Tahun Ini
Direktur Utama Samuel Aset Manajemen Agus Basuki Yanuar menuturkan, laju IHSG bisa mencapai rekor tertingginya di tahun ini. Alasannya, sektor terbesar dari IHSG ini adalah perbankan dan konsumer.
Apabila keduanya mengalami kenaikan yang signifikan, maka, akan menjadi penopang utama laju IHSG tahun ini. "IHSG bisa capai 6.500, tapi itu target paling bullish nya ya," ujar Agus saat konferensi pers, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (25/8).
(Baca juga: Konsumsi Masyarakat Tertahan, Laju Ekonomi Diprediksi Maksimal 5,05%)
Menurut Agus, indeks dari sektor perbankan akan terus naik karena tren kredit macet (Non Performing Loan/NPL) tinggi diperkirakan akan berakhir tahun ini. Kemudian, proses penyaluran kredit pun akan terus berjalan, walaupun pertumbuhannya belakangan ini melambat.
Laju saham perbakan pun akan didorong oleh penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) 7-Days Repo Rate yang berada di angka 4,5%. Dengan demikian, adanya penurunan bunga ini berpotensi menaikan Net Interest Income (NII) yang lebih tinggi.
Lebih lanjut, laju IHSG juga akan ditopang oleh kenaikan saham sektor komoditas yang sudah mulai membaik. Adapun, sektor telekomunikasi dan utilities juga akan mencatatkan kenaikan.
Hanya dua sektor yaitu konstruksi dan agri yang masih mencatatkan hasil negatif. Namun, Agus memperkirakan, menjelang akhir tahun semua sektor yang ada di bursa akan mengalami kenaikan yang menjadi penopang IHSG.
(Baca juga: Ramainya Pesta Diskon Nike dan Mitos Pelemahan Daya Beli)
Dari sisi eksternal, salah satu yang menjadi katalisator IHSG adalah keinginan investor untuk mulai menambahkan dana investasinya di pasar modal, khususnya di emerging market seperti Indonesia. Terlebih, bunga perbankan, khususnya deposito dinilai akan segera turun tentunya di angka single digit, sehingga dana yang mengendap di perbankan akan dialihkan ke pasar modal.
Sementara itu, Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistiyaningsih menuturkan, walaupun target 6.500 tersebut sulit tercapai, tetapi hal tersebut bisa saja terjadi.
Laju pertumbuhan ekonomi yang menunjukan tren melambat dari tumbuh 5,18 persen pada triwulan II-2016 menjadi 5,01 persen di triwulan II-2017, dinilai bukan menjadi faktor signifikan terhadap kinerja emiten di pasar modal.
"Perlambatan ekonomi bukan berati tidak akan menghasilan kinerja emiten yang bagus. Di kuartal II-2017 perbankan naik tinggi," ujar Lana. Adapun, nilai kapitalisasi perbankan mencapai 25 persen dari total kepitalisasi pasar.
(Baca juga: PT Timah Terbitkan Obligasi dan Sukuk Ijarah Senilai Rp 1,5 Triliun)
Lebih lanjut, Lana menjelaskan, secara mikro, berbagai perusahaan yang ada mempunyai upaya untuk menekan cost yang di keluarkan. Hal ini menjadi bagian dari efisiensi untuk mempertahankan kinerjanya.
Walau tantangan cukup berat secara makro, tetapi dengan langkah perusahaan melakukan efisiensi bisa membuat profit membaik yang akan berpengaruh terhadap laju sahamnya. "Jika terus dilanjutkan yang sifatnya positif, bisa lah mencapai 6.100 atau mendekati 6.500," ujar Lana.