Kontraktor Nantinya Tak Dapat Cost Recovery jika Pakai Produk Luar
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) kedepannya tidak akan memberikan penggantian biaya operasi (cost recovery) kepada kontraktor yang masih menggunakan produk dan jasa luar negeri. "Apalagi untuk barang dan jasa kategori 'wajib' yang sudah dapat di produksi di dalam negeri," kata Deputi Pengendalian Pengadaan SKK Migas Djoko Siswanto kepada Katadata, Jumat (25/8).
Salah satu contohnya adalah biaya untuk kajian sebuah proyek. Jika masih menggunakan jasa dari perusahaan luar negeri, seperti Wood Mackenzie, maka biayanya tidak akan diganti. (Baca: Riset Terbaru, Skema Gross Split Migas Tak Menarik bagi Investor)
Menurut Djoko, kontraktor tidak perlu menggunakan jasa dari perusahaan luar karena sudah banyak kajian dalam negeri seperti dari universitas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum (BLU) dan swasta. “Kedepannya kontraktor yang melakukan kajian apapun dengan menggunakan Wood Mackenzie tidak dapat cost recovery,” ujar dia.
Contoh lainnya adalah pembuatan fasiltas produksi untuk di darat (onshore) dan lepas pantai (offshore) yang juga sudah bisa di buat di galangan dalam negeri. Begitu pula pembuatan rig pemboran sudah bisa di buat di Batam
(Baca: Aturan Baru, Kontraktor Migas Wajib Gunakan Produk Lokal)
Selama semester I, realisasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) di sektor minyak dan gas bumi mencapai 59% dari total penggunaan barang dan jasa atau US$ 3,278 juta atau sekitar Rp 42,6 miliar. Meski ada beberapa kendala, secara rata-rata realisasi TKDN sektor migas dari 2011 hingga 2016 di atas 50%. Bahkan sepanjang 2016 lalu, TKDN mencapai 55%.
Adapun realisasi cost recovery sampai dengan Juli mencapai US$ 5,87 miliar. Sedangkan target cost recovery di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017 mencapai US$ 10,7 miliar. (Baca: Naik 26%, Cost Recovery 2018 Dipatok Hingga US$ 13,3 Miliar)
Tahun depan cost recovery dianggarkan US$ 11,39 miliar hingga US$ 13,28 miliar. "Istilah surat Pak Menteri ESDM, US$ 13,28 miliar itu 'business as usual'," kata Deputi Keuangan dan Monetisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Parulian Sihotang.