Kemenko Maritim Segera Putuskan Nasib Reklamasi Teluk Jakarta
Kementerian Koordinator Kemaritiman akan menggelar rapat penentuan nasib reklamasi Teluk Jakarta pekan depan. Rapat akan menentukan pencabutan moratorium yang berlaku sejak tahun lalu.
"Kami akan rapat pekan depan, mengumpulkan pihak-pihak terkait. Apabila tak ada lagi pending isu, ya kenapa tidak dicabut," kata Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan, Selasa (5/9).
Rapat ini sebagai tindak lanjut setelah pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengirim surat kepada Kemenko Maaritim dan Kementerian Lingkungan Hidup untuk mencabut moratorium atau penghentian sementara reklamasi Teluk Jakarta.
(Baca: Menteri Lingkungan Akan Cabut Moratorium Reklamasi Jakarta)
Sementara itu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan keputusan moratorium reklamasi tak perlu menunggu hasil kajian tanggul raksasa atau NCICD (National Capital Integrated Coastal Development).
"Kajian tanggul raksasa masih berlanjut. Tak ada hubungannya dengan reklamasi Teluk Jakarta," kata Bambang.
(Baca: KPK: BPN Terburu-buru Terbitkan Sertifikat Reklamasi Pulau C dan D)
Bambang menekankan dalam proyek tersebut bukan reklamasi laut yang menjadi fokus perhatian, melainkan kebutuhan pembangunan tanggul raksasa untuk mencegah banjir di kawasan Jakarta.
Sebelumnya, Badan Pertanahan Nasional menerbitkan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang diberikan kepada Pemprov DKI Jakarta dan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) untuk proyek reklamasi Pulau D atas nama PT Kapuk Naga Indah, anak usaha grup properti Agung Sedayu.
(Baca: Anies Setop Reklamasi, Luhut: Jangan Lari Jika Jakarta Tenggelam)
Pemberian izin dan rencana pencabutan moratorium mendapat kritik dari Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta. Deputi Advokasi Hukum dan Kebijakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Tigor Hutapea mengatakan, Pulau C dan D berada di zona N1 dan P1 berdasarkan Perpres Nomor 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur. Zona tersebut merupakan kawasan lindung dan kawasan penyangga.
“Jika pengembang melakukan pembangunan kawasan tersebut menjadi kawasan komersial maka ada ketentuan pidana penataan ruang yang menanti di depan,” kata Tigor.