Luhut Sebut Proses Divestasi 51% Saham Freeport Harus Selesai 2019
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar proses divestasi saham PT Freeport Indonesia selesai pada 2019. Freeport sebelumnya sepakat melepas sahamnya sebesar 51% kepada pemerintah Indonesia.
"Soal saham, saya koreksi bahwa kami harus selesaikan sampai 2019. Jadi waktu kami mulai sudah sign kerja sama," kata Luhut di kantornya, Jakarta, Rabu (13/9). (Baca: Jonan Pastikan Freeport Sepakat Lepas 51% Saham)
Luhut mengatakan, saat ini pemerintah tengah membicarakan proses pembagian divestasi saham antara pusat dan daerah. Rencananya, dari 51% saham tersebut pemerintah daerah akan mendapatkan prosentase saham sebesar 5%-10%.
"Sebanyak 51% sekarang lagi dibicarakan antara pemerintah pusat dan pemda, berapa persen pemda mungkin 5%-10%," kata Luhut. (Baca: Negosiasi Selesai, Freeport Sepakati 5 Poin Sesuai Instruksi Jokowi)
Adapun perhitungan harga saham akan diserahkan kepada penilai independen yang mengikuti harga pasar. Penilaian saham tersebut nantinya berdasarkan nilai produksi tambang Freeport.
"Jadi ada kajian dan formulanya, tapi tidak ikut dengan cadangannya," kata Luhut. (Baca: Jonan Klaim 20 Kali Menghadap Jokowi Bahas Negosiasi Freeport)
Selain soal divestasi, Luhut juga meminta Freeport untuk menyelesaikan smelter dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Rencananya, Freeport akan membangun smelter di Gresik, Jawa Timur.
"Dalam jangka waktu tersebut, maka Freeport harus sudah selesai membangun smelter-nya," ucap Luhut
Pemerintah dan PT Freeport Indonesia menyepakati lima kesepakatan mulai dari divestasi saham hingga perpanjangan kontrak, pada Minggu 27 Agustus 2017.
Kesepakatan tersebut yakni Pertama, dasar hukum PT Freeport Indonesia akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bukan berupa Kontrak Karya (KK).
Kedua, divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan Nasional Indonesia.
Ketiga, PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selama lima tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus selesai pada Oktober 2022. Kecuali terdapat kondisi kahar (force majeur).
Keempat, Stabilitas Penerimaan Negara. Penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan melalui Kontrak Karya selama ini, yang didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk PT Freeport Indonesia.
Kelima, setelah PT Freeport Indonesia menyepakati empat poin di atas, mereka bisa mendapatkan perpanjangan masa operasi maksimal 2x10 tahun hingga 2041. Ini sesuai dengan yang diatur dalam IUPK.