Ragam Tumbuhan Pangan Lokal di antara Kebutuhan Pangan Masyarakat

Michael Reily
28 Juli 2018, 07:00
sawah
ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya
Petani melintas dilahan pertanian kawasan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (16/3). Menurut Kementerian Pertanian (Kementan) melimpahnya produksi padi di Jabar pada tahun 2016 memberikan kontribusi besar menjadikan Indonesia mengekspor beras sebanyak 43,7 persen dan tidak lagi mengimpor beras, untuk meningkatkan produksi padi jabar tahun 2017 Kementan menambah target tanam periode tanam Oktober 2016 hingga Maret 2017 menjadi 1.552.041 hektar.

Pemerintah terus mendorong diversifikasi pangan nasional untuk  menciptakan keseimbangan antara kebutuhan masyarakat dan produksi pangan di daerah. Hal ini antara lain dilakukan dengan mengurangi konsumsi beras sebesar 1,5% dan terus menggali potensi keragaman pangan khas yang bergizi di sejumlah daerah di Indonesia. 

Kementerian Pertanian mencatat, konsumsi beras masyarakat Indonesia saat ini mencapai 2,5 juta ton per bulan. Untuk memenuhi permintaan, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan bahkan sampai menerbitkan izin impor beras sebanyak 1 juta ton pada 2018.

Padahal, keragaman pangan lokal di daerah terus menggeliat. Seperti pada komoditas  beras jelai, tanaman jenis serelia yang banyak terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Beras jelai disebut lebih sehat karena memiliki kadar gula dan karbohidrat yang lebih rendah dari beras hasil padi.

Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Timur Ibrahim menyatakan jelai merupakan tanaman yang dikembangkan untuk mensubstitusi kebutuhan beras.

(Baca : Pengembangan Keanekaragaman Pangan Indonesia Meningkat)

Menurutnya, produksi jelai di Kalimantan Timur baru dimulai pada 2014, sehingga luas lahannya masih relatif kecil yakni sekitar 15 hektare dan produktivitasnya juga masih rendah, hanya sekitar 10 ribu batang per hektare, berdasarkan  kalkulasi kasar.

“Kami terus menggalakkan diversifikasi pangan bergizi,” kata Ibrahim kepada Katadata, Jumat (27/7).

Jelai merupakan salah satu produk asli Kalimantan Timur. Namun, tanaman biji-bijian ini juga tumbuh di Pulau Jawa dengan nama jali.

Ibrahim mengatakan petani masih belum melihat potensi penjualan jelai, sehingga penanamannya belum terlalu gencar. Harganya pun dua kali lebih mahal dibandingkan beras, yang mana bisa mencapai Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu per kilogram karena produktivitasnya yang rendah.

 Kementerian Kesehatan pun sebelumnya telah menganjurkan mengkonsumsi tanaman ini. “Penjualan jalai sendiri saat ini paling banyak masih ke rumah sakit,” ujarnya.

Dengan begitu, jalai menjadi  salah satu  proyek percontohan tanaman yang akan terus dikembangkan oleh pemerintah Kalimantan Timur, salah satunya dengan menggandeng lembaga penelitian dan perguruan tinggi untuk meningkatkan produktivitas.

Lain daerah, lain lagi produk andalan yang dikembangkan. Kepala Dinas Pangan Provinsi Sulawesi Tengah Abdullah Kawuludan mengungkapkan sagu merupakan makanan pokok di daerahnya. Namun, fokus pemerintah terhadap padi, jagung, dan kedelai membuat citra sagu tak begitu populer di kalangan petani.

Oleh karena itu, Abdullah berupaya terus mendorong sagu sebagai komoditas andalan daerahnya. Namun, dengan segmen pasar  yang terbatas, hal tersebut membuat pengembangan komoditas sagu menjadi cukp menantang. “Potensi untuk dikonsumsi minimal di Sulawesi Tengah, namun pengemabngannya coba terus kami upayakan,” katanya.

Abdullah menyebutkan saat ini hanya dua kabupaten di Sulawesi Tengah yang menjadikan sagu sebagai panganan utama, yakni di kawasan Morowali dan Buol. Masih jauh dibandingkan keseluruhan 13 kabupaten dan kota yang ada di sana. Produksi bulanannya pun masih sangat minim, sekitar 500 ton.

(Baca :  Pemerintah Genjot Ekspor Pangan ke Arab dengan Sertifikasi Halal)

Halaman:
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...