Kenaikan Harga, Instrumen Peredam Konsumsi BBM

Redaksi
Oleh Redaksi
3 November 2014, 14:25
No image
KATADATA | Arief Kamaludin

SUBSIDI BBM terus meningkat. Lima tahun lalu (2009) nilainya hanya Rp 49 triliun, sedangkan pada 2013 telah mencapai Rp 211 triliun. Jika dibiarkan alias do nothing policy, jumlah ini akan meningkat lagi menjadi Rp 334 triliun pada 2019. Bayangkan berapa kilometer jalan sudah terbangun dan sudah diperbaiki, jika separuh dari subsidi BBM 2013 digunakan untuk itu?dengan standar biaya Rp 5-10 miliar per km.

Pengguna BBM bersubsidi pada dasarnya adalah sektor transportasi dan rumah tangga. Sektor-sektor lain, sejak 2005 diharuskan menggunakan BBM non-subsidi. Sebagian besar rumah tangga telah menggunakan LPG yang sebetulnya juga masih disubsidi?walaupun dalam jumlah subsidi per liter yang lebih kecil.  Jika dilihat dari komposisinya, sebagian besar subsidi itu digunakan untuk transportasi darat.

Harga BBM yang disubsidi bukan hanya membebani anggaran secara langsung, tetapi juga telah menyebabkan salah alokasi antarmoda, yang pada gilirannya akan menyebabkan penggunaan jalan raya yang berlebihan, serta dapat menimbulkan tambahan biaya operasi dan pemeliharaan jalan pada semua tingkatan jalan (jalan negara, jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota).

Pengusaha sampai sekarang lebih senang mengirim barang melalui truk dari Medan ke Jakarta dibandingkan dengan menggunakan moda angkutan laut (yang tidak disubsidi). Sebab, setelah mempertimbangkan fleksibilitas dan waktu, biaya dengan truk masih lebih murah.

Padahal, berdasarkan hitungan di atas kertas, biaya untuk mengirim satu kontainer truk (door to door) dari Jakarta ke Medan mencapai Rp 20 juta. Sementara, dengan angkutan laut (truk-kapal-truk) hanya Rp 11 juta per kontainer pada rute yang sama. Untuk memaksimumkan keuntungan, maka pengusaha angkutan darat memuat truknya di atas kapasitas jalan, yang pada akhirnya membuat jalan cepat rusak.

Kenaikan harga solar, misalnya Rp 1.000 per liter, akan menaikkan biaya per truk antara Rp 600 ribu per trip. Sebab, biasanya dalam perjalanan kembali, truk kosong. Sehingga ada tambahan biaya menjadi Rp 1,2 juta per trip. Jika perbedaan harga makin besar, peluang untuk mengatur ?biaya? akan mengecil. Akibatnya, proses perpindahan barang dari truk ke kapal akan berjalan lebih cepat, karena akan memperbaiki daya saing kapal laut terhadap truk.

Alternatif lain untuk membatasi subsidi BBM dengan mengurangi volume BBM bersubsidi telah diupayakan sejak lama. Misalnya, sejak 2005, sektor yang diperkenankan untuk menikmati BBM bersubsidi hanya sektor transportasi dan rumah tangga. Sektor industri manufaktur dan PLN diharamkan menikmati BBM bersubsidi.

Dalam perjalanannya, aturan ini selalu direlaksasikan. Misalnya, untuk angkutan nelayan yang kemudian dibebaskan dan tonase yang ditoleransikan terus berubah menjadi lebih longgar. Terakhir pada 2013 lalu, kereta api pun dibebaskan untuk menikmati BBM bersubsidi.

Perbedaan harga yang besar, memperbesar peluang untuk kebocoran. Lihat saja sebagian besar truk pengangkut batubara dan kelapa sawit. Menurut peraturan, mereka seharusnya haram menggunakan BBM bersubsidi, tapi justru menggunakannya, memanfaatkan adanya kesulitan penerapan peraturan ini di lapangan.

Mungkin karena frustasi akibat kegagalan terus-menerus dalam mengendalikan volume BBM, sebagian pengambil kebijakan kemudian mengusulkan mekanisme baru untuk mengendalikan BBM. Misalnya, pembelian minyak tanah dengan menggunakan kartu atau dengan menggunakan RFID.

Pernah juga dicoba dengan cara pengurangan jatah BBM bersubsidi untuk SPBU. Hasilnya, terjadi antrean panjang. Harapan pengguna untuk pindah dan melakukan switching ke BBM non-bersubsidi (Pertamax dan sebagainya) kurang terpenuhi.  

Pengalaman kita dan banyak di negara lain menunjukkan, mekanisme non-harga, termasuk dengan menggunakan kartu, tidak efektif. Penyebabnya adalah volume konsumsi bukan merupakan variabel independen, melainkan variabel endogen yang dipengaruhi oleh harga.

Halaman:
Redaksi
Redaksi

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...