Berantas Mafia Migas dengan Bangun Kilang
KATADATA ? Pemberantasan mafia migas menjadi salah satu fokus pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla. Sebagai langkah awal, pemerintah telah membentuk tim reformasi tata kelola migas. Tim yang diketuai Faisal Basri ini bertugas mengkaji seluruh kebijakan dan aturan main tata kelola migas, dari hulu hingga hilir, yang memberi peluang mafia migas beroperasi secara leluasa.
Ada dugaan anak usaha Pertamina, yakni Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) menjadi bagian dalam praktik mafia perdagangan minyak impor. Karena itu, tim anti mafia migas berencana melakukan investigasi ke kantor Petral di Singapura.
Untuk mengetahui bagaimana upaya pemberantasan mafia migas ini, Tim Katadata mewawancarai Wakil Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang juga Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Naryanto Wagimin di kantornya, Selasa (25/11).
Kenapa Petral kerap dipersoalkan membeli minyak dengan harga mahal?
Petral mengimpor BBM dan minyak mentah untuk kilang Pertamina, tapi harganya memang lebih mahal. Untuk mendapatkan harga lebih murah, bisa saja Petral mengimpor langsung, tanpa lewat pihak lain. Persoalannya, pemegang saham bukan hanya Pertamina. Ada lima pemegang saham. Dari kelima pemegang saham ini, ada pihak lain yang punya kepentingan. Karena itu, impor minyak oleh Petral dilakukan lewat trader lagi.
Tommy Soeharto disebut-sebut masih memiliki saham di Petral?
Masih. Tapi, saya tidak tahu berapa.
Bagaimana sebenarnya praktik mafia migas terjadi?
Mafia migas itu banyak terjadi dari sisi impor minyak dan BBM. Akibatnya, proses distribusi bahan bakar minyak menjadi tidak efisien.
Bagaimana cara mengatasinya?
Kita harus segera membangun kilang untuk menutupi praktik mafia. Saat ini, Sonangol dan Iran berencana membangun kilang di Indonesia. Dengan begitu, peran trader akan berkurang. Impor minyak dari Sonangol hanya 300 ribu barel per hari, tapi yang lebih penting dia serius membangun kilang.
Bukankah pembangunan kilang BBM sudah direncanakan sejak lama?
Pembangunan kilang tidak pernah terealisasi, karena tidak ada yang mau membangun kilang. Kalau mau membangun kilang, mudah-mudahan masalah mafia ini selesai.
Mengapa tidak ada yang mau membangun kilang?
Penyebabnya, Pertamina tidak mau menjadi pembeli dari produk kilang. Itu kan lucu. Saya tidak tahu alasan Pertamina tidak mau membelinya. Contohnya, ada investor yang akan membangun kilang berkapasitas 300 ribu barel per hari, minyaknya bisa dipasok dari Timur Tengah. Namun, karena tidak ada yang mau membeli hasil produk kilangnya, investor ini pun akan berpikir ulang untuk berinvestasi.Ini terjadi pada kilang yang dibangun oleh PT Tri Wahana Utama (TWU) di Bojonegoro, Jawa Timur. Sekarang produk kilang TWU tidak ada yang membeli. Seharusnya Pertamina yang membeli, tapi dia tidak mau.
Bagaimana cara pemerintah merealisasikan pembangunan kilang BBM?
Kementerian Keuangan akan bertemu dengan Direksi Pertamina untuk membahas masalah ini sehingga pembangunan kilang terwujud. Mudah-mudahan direksi Pertamina yang baru akan mendukung pembangunan kilang. Tapi saya belum tahu, nanti Menteri Keuangan dan Menteri ESDM akan menanyakan kesiapan Pertamina untuk membangun kilang.
Bagaimana dengan investor asing yang sempat akan membangun kilang seperti Saudi Aramco dan Kuwait Petroleum?
Saya tidak tahu, itu wilayah Menteri Keuangan.
Selain membangun kilang, langkah apa lagi yang akan dilakukan untuk memberantas mafia migas?
Kalau menurut saya perampingan semua organisasi pemerintah di sektor migas. Kami (tim reformasi tata kelola migas) merasa organisasi di sektor migas ini terlalu besar. Perampingan ini nanti tergantung menterinya. Bisa saja, hanya akan ada tim reformasi dan organisasi migas. Semuanya diawasi oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Selain perampingan, cara lainnya adalah memilih orang-orang yang kredibel dan mengerti tentang migas. Perizinan dan sistemnya juga perlu diperbaiki.