RSPO Punya Misi yang Sama dengan EUDR untuk Cegah Deforestasi Hutan
Aturan deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation-free Regulation/EUDR menjadi momok bagi pelaku industri kelapa sawit di Indonesia, karena dikhawatirkan menekan ekspor ke kawasan tersebut. Petani kecil yang menguasai 41% lahan sawit di Indonesia diperkirakan akan menjadi yang paling terdampak aturan ini.
EUDR bertujuan untuk mengatasi deforestasi global yang berkaitan dengan rantai pasok produk di negara-negara anggota Uni Eropa. Aturan ini mengharuskan perusahaan untuk memastikan bahwa produk yang mereka jual tidak berkontribusi pada deforestasi atau degradasi hutan, dengan komoditas yang disasar adalah kayu, karet, kelapa sawit, kedelai, sapi, kopi, dan kakao.
Pemerintah Indonesia beberapa kali mendesak Uni Eropa untuk merevisi dan mengundur implementasi aturan ini. Implementasi EUDR pun berpeluang mundur 12 bulan menjadi 31 Desember 2025, seiring proposal yang tengah diajukan Komisi Eropa.
CEO RSPO Joseph D'Cruz menilai, penundaan implementasi dapat memberikan waktu bagi banyak pelaku industri sawit mempersiapkan diri dalam memenuhi aturan tersebut. Namun, aturan main EUDR kemungkinan besar tetap sama.
RSPO, sebagai organisasi yang mengembangkan dan menerapkan standar global untuk produksi minyak sawit berkelanjutan, percaya diri anggota-anggotanya mampu memenuhi ketentuan EUDR. Ini terutama karena RSPO memiliki misi yang sama dengan EUDR, yakni mencegah deforestasi hutan.
"Ini adalah kesempatan yang baik bagi kami untuk bekerja lebih keras memastikan lebih banyak petani kecil dapat memperoleh sertifikasi dan menjadi bagian dari sistem RSPO sehingga bisa tetap mengakses pasar Eropa," ujar JD saat berbincang dengan Katadata.co.id di sela-sela The Annual Roundtable Conference on Sustainable Palm Oil (RT 2024) di Bangkok, Rabu (13/11).
Dalam pertemuan tahunan tersebut, anggota RSPO menyepakati adopsi standar baru yang telah digodok selama dua tahun terakhir. JD menjelaskan, standar baru ini selaras dengan aturan deforestasi Uni Eropa atau EUDR yang akan berlaku penuh pada tahun depan. Standar RSPO yang baru mengadopsi pendekatan yang lebih baik terhadap deforestasi.
Bagaimana standar baru RSPO menjawab tantangan EUDR bagi pelaku industri sawit, terutama petani kecil di Indonesia? Berikut petikan wawancara lengkap Katadata.co.id dengan Joseph D'Cruz:
RSPO baru saja merevisi standar. Apa saja poin penting dalam standar terbaru ini?
Salah satu hal yang unik tentang sistem di RSPO adalah standarnya dirancang dan disetujui oleh semua anggota kami, tidak dilakukan oleh konsultan, tidak dilakukan oleh orang luar. Jadi kami menghabiskan waktu dua tahun untuk mengerjakan ini.
Ada perubahan besar, kali ini kami benar-benar fokus untuk mencoba membuat standar lebih mudah diterapkan, dampak yang lebih jelas dan lebih baik, serta lebih baik dalam hal audit sehingga kami benar-benar dapat melacak kemajuannya.
Pertama, kami memperkuat fokus kami pada penggundulan hutan. EUDR sangat berfokus pada tidak adanya penggundulan hutan. Standar kami sudah sangat kuat, kami sudah memiliki kebijakan tidak adanya penggundulan hutan sejak 2018. Namun, kami ingin memastikan bahwa mekanisme dan metodologi kami untuk memperbaiki penggundulan hutan sudah sebaik yang kami harapkan.
Kedua, semua anggota kami harus melakukan uji tuntas terhadap hak asasi manusia. Anggota harus memeriksa dan memastikan dalam sistem dan kebijakan mereka, operasional mereka. Mereka tidak boleh melakukan sesuatu yang melanggar hak asasi manusia para pekerja mereka, masyarakat lokal, masyarakat adat.
Para anggota juga sepakat bahwa mereka akan memberlakukannya tidak hanya untuk perusahaan mereka sendiri, tetapi juga untuk para pemasok, pemasok tingkat pertama. Jadi, bisnis yang memasok ke perusahaan kelapa sawit juga harus menilai apakah mereka mengikuti standar hak asasi manusia. Dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa dimensi sosial juga lebih kuat.
Ketiga, kami memperkuat dan mengklarifikasi standar kami untuk petani kecil, untuk petani swadaya. Jadi, kami memiliki standar petani kecil mandiri, yang merupakan standar khusus untuk petani swadaya, petani kecil mandiri.
Kami membuat standar lebih jelas, lebih mudah bagi petani kecil untuk mengikuti strukturnya dan logikanya lebih mudah. Kami sebenarnya baru memperkenalkan standar petani kecil mandiri pada 2019. Jadi, standar ini baru berusia lima tahun, tetapi kami ingin meninjaunya kembali dan melihatapakah kami dapat membuatnya lebih mudah dan lebih baik bagi petani kecil.
Hal terakhir yang kami lakukan adalah meninjau keseluruhan standar dan membuatnya lebih bisa dipahami dan diterapkan.
Salah satu kekhawatiran implementasi EUDR adalah dampak pada petani kecil. Apakah standar baru RSPO akan memudahkan anggota, terutama petani kecil untuk memenuhi ketentuan EUDR?
Kami menyediakan dalam sistem kami kapasitas untuk anggota membuktikan bahwa mereka mematuhi EUDR. Tidak menjamin bahwa mereka mematuhi EUDR karena dalam aturan itu, importir tetap harus memeriksa sesuai dengan uji tuntas.
Namun standar RSPO adalah cara terbaik bagi petani kecil untuk bersiap memenuhi persyaratan EUDR. Jika petani kecil sudah tersertifikasi RSPO, pembeli akan lebih percaya untuk membeli produk mereka.
Hanya saja, salah satu kendala terbesar adalah banyak petani kecil hanya menjual buah segar ke pabrik atau pedagang yang belum tersertifikasi. Kami sedang berupaya menambah jumlah pabrik yang tersertifikasi RSPO. Dengan lebih banyak pabrik yang tersertifikasi, petani kecil memiliki peluang lebih besar untuk menjual buah mereka sebagai produk berkelanjutan dan memenuhi persyaratan EUDR.
Kami juga bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk memperkuat implementasi standar nasional dan mendukung rencana “Sejuta Petani Bersertifikat” dari Kemenko Perekonomian. Hal ini tidak hanya membantu petani kecil menembus pasar Eropa, tetapi juga membuktikan bahwa produk mereka berkelanjutan untuk pasar global lainnya.
Apa sebenarnya tantangan terbesar bagi petani kecil di Indonesia untuk memenuhi standar dan memperoleh sertifikasi RSPO?
Salah satu tantangan terbesar di Indonesia adalah legalisasi. Petani kecil sering menghadapi kesulitan dalam membuktikan kepemilikan lahan dan hak produksi. Selain itu, sertifikasi RSPO dilakukan dalam kelompok, seperti koperasi, bukan individu. Proses pembentukan koperasi ini bisa memakan waktu karena harus memastikan kapasitas dan tata kelolanya berjalan dengan baik.
Apa saja yang sudah dan akan dilakukan RSPO untuk membantu para petani kecil?
Kami bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah untuk membantu petani kecil mendirikan koperasi. Namun sekarang, koperasi dan UKM telah dipisahkan menjadi dua kementerian. Jadi, kami harus kembali untuk membuat kesepakata. Namun kami masih yakin bisa bekerja sama dengan pemerintah Indonesia. MoU masih ada. Kami menunggu struktur Kementerian Koperasi terbentuk, setelah itu, proses untuk membantu para petani kecil ini mendapatkan sertifikasi, kami lanjutkan.
Komisi Eropa mengusulkan penundaan implementsi EUDR hingga 12 bulan. Apakah kondisi ini memberikan manfaat atau justru risiko bagi Indonesia?
Hal pertama yang ingin kami klarifikasi adalah pelaksanaan memang tertunda, tetapi regulasinya tetap sama. Jadi batas waktu, bahwa tidak boleh ada deforestasi setelah 31 Desember 2020, itu semua tetap sama. Hanya tanggal mulai implementasi yang ditunda setahun.
Saya rasa bagi petani kecil di Indonesia, ini adalah kesempatan bagus bagi kami untuk bekerja lebih banyak, memastikan lebih banyak petani kecil bisa mendapatkan sertifikasi dan menjadi bagian dari sistem kami, sehingga mereka bisa terus menjual ke Eropa. Jadi, ini baik.
Saya rasa risiko yang dikhawatirkan beberapa orang adalah mungkin selama setahun ke depan, akan ada tekanan untuk mengubah regulasi. Dan itu menjadi risiko, karena banyak kelompok petani kecil yang telah bekerja keras untuk mempersiapkan EUDR, untuk membuktikan bahwa mereka bebas deforestasi. Jadi jika regulasi berubah, mungkin beberapa upaya tersebut akan sia-sia.
Tetapi sejauh ini, kami belum mendengar apapun dari Uni Eropa yang mengatakan mereka akan mengubah regulasi.
Apakah Anda melihat potensi kebijakan serupa EUDR diterapkan di wilayah lain? Bagaimana peran RSPO dalam hal ini?
RSPO didirikan sebagai sistem sukarela untuk membuat standar berkelanjutan. Selama 20 tahun RSPO menjadi standar emas, referensi, dan standar terbaik di dunia untuk keberlanjutan di sektor minyak sawit.
Sekarang, lebih banyak regulasi yang muncul. Bukan hanya Uni Eropa, regulasi serupa yang muncul di AS, Inggris, dan pasar lainnya. Kami juga harus ingat bahkan pemerintah seperti Indonesia, Malaysia, Thailand memiliki regulasi, yang mengatakan tidak ingin ada deforestasi.
Karena kami adalah standar global, kami berusaha untuk memastikan bahwa standar kami bisa membantu anggota kami membuktikan bahwa mereka mematuhi semua regulasi yang berbeda ini.
Kami melihat bagaimana regulasi berkembang di Indonesia, Malaysia, di negara berkembang. Bagaimana perkembangan di negara seperti India, Cina, dan AS? Tidak hanya melihat deforestasi, tetapi hak pekerja, hak asasi manusia. Itulah mengapa kami merevisi standar kami. Kami juga memperkuat persyaratan kami di area tersebut.
Cuma masalahnya untuk EUDR atau US Forest Act, bagaimana cara membuktikannya? Itu biasanya melalui data, informasi, sertifikasi, verifikasi. Sistem digital RSPO kami memiliki semua data itu di dalamnya.
Jadi jika anggota di Eropa ingin memeriksa, apakah kelompok petani kecil tersebut sudah bersertifikat, dalam sistem kami mereka bisa memeriksa, mereka bisa menemukan informasi untuk membuktikannya. Jika petani di lapangan sudah melakukan hal yang benar, mengikuti standar RSPO, untuk membuktikannya sesuai dengan berbagai regulasi menjadi lebih mudah. Mereka tidak perlu melakukan hal yang berbeda untuk setiap regulasi.
Dari sistem kami, kami bisa menarik data untuk membantu mereka membuktikan bahwa mereka patuh. Jadi, kami melihat di masa depan, peran kami di RSPO seperti itu, untuk membantu anggota kami menunjukkan bahwa mereka mematuhi berbagai regulasi. Kami membuatnya lebih mudah bagi petani di lapangan untuk bekerja dengan semua regulasi ini.
Dengan berbagai regulasi baru dan yang akan datang, bagaimana Anda melihat praktik berkelanjutan di industri sawit, terutama di Indonesia?
Menurut saya, secara keseluruhan, kemajuan di industri global cukup kuat. Kami melihat semakin banyak petani kelapa sawit di berbagai belahan dunia bergabung dengan RSPO dan mendapatkan sertifikasi, terutama dari kelompok petani kecil. Semakin banyak kelompok petani kecil yang bersatu untuk menjadi anggota RSPO, dan itu adalah perkembangan yang sangat baik.
Kami juga melihat banyak perusahaan yang menggunakan minyak sawit berkelanjutan turut bergabung. Saat ini, kami memiliki lebih dari 6.000 anggota RSPO di seluruh dunia, mulai dari petani kecil hingga perusahaan terbesar, seperti Amazon. Sistem ini terus berkembang.
Hal lain yang positif adalah peningkatan kualitas yang kami maksud dengan keberlanjutan. Dalam sistem RSPO, kami terus memperbarui standar, memastikan perlindungan lingkungan, mengatasi perubahan iklim, dan mengurangi emisi karbon. Kami juga memperkuat perlindungan untuk pekerja dan masyarakat lokal. Jadi, jumlah anggota bertambah, dan kualitas sistem pun meningkat.
Di Indonesia, kami juga melihat tren yang sama. Selama setahun terakhir, pertumbuhan kami di Indonesia cukup signifikan. Misalnya, dari awal 2023 hingga Oktober, ada 40 kelompok petani kecil baru yang bergabung. Area tersertifikasi kami juga terus bertambah. Selain itu, kami mencatat ada 42 pabrik pengolahan yang bergabung sejak awal 2023 hingga bulan lalu.
Bagaimana Anda melihat masa depan industri sawit berkelanjutan dengan standar baru RSPO dan berbagai regulasi yang ada?
Kami sangat bersemangat dengan standar baru kami. Kami sangat bangga dengan kerja yang telah dilakukan oleh anggota kami untuk mengembangkan standar ini. Kami juga sangat antusias dengan sistem digital baru yang sedang kami bangun karena kami pikir kapasitas untuk memberikan data, untuk membuktikan apa yang kami maksud dengan keberlanjutan, itu sangat penting.
Kami sering mengatakan bahwa saat ini, konsumen, pemerintah, dan perusahaan tidak akan puas hanya dengan mengatakan, "Oh, kami punya sertifikat, kami berkelanjutan." Mereka ingin melihat bukti, mereka ingin melihat data, mereka ingin melihat peta, mereka ingin mendengar cerita tentang dampaknya.
Oleh karena itu, kami sedang membangun sistem digital kami untuk membantu anggota kami memberikan informasi seperti itu. Saya pikir ini adalah filosofi yang sangat mirip dengan konsep Katadata, ceritakan kisahnya, tetapi juga tunjukkan data dan bukti-buktinya.
Dengan sistem digital baru kami, kami berharap anggota kami dapat melakukannya dengan lebih baik. Menunjukkan di mana kami bekerja, seperti apa situasi lingkungan, bagaimana kami memperlakukan pekerja kami. Kami percaya hal ini akan membuat industri menjadi lebih kredibel. Kami bisa menceritakan kisah yang lebih baik.
Kami juga percaya bahwa jika melihat apa yang terjadi di lapangan, kenyataannya, banyak perusahaan kelapa sawit dan petani kecil di Indonesia sebenarnya telah melakukan pekerjaan yang sangat baik. Mereka berusaha keras untuk menjadi berkelanjutan.
Kami berharap dapat bekerja dengan mereka dan industri ini untuk membantu menunjukkan cerita tersebut ke seluruh dunia. Agar orang dapat melihat cerita yang lebih positif tentang kelapa sawit, tentang industri di Indonesia, dan di seluruh dunia. Itulah aspirasi kami untuk masa depan juga.