Memahami Sejarah dan Makna Tari Tradisional Lengger
Tari Tradisional Lengger merupakan salah satu kesenian yang berasal dari Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Tari Lengger dirintis oleh sosok bernama Gondowinangun yang berasal dari Desa Kecis, Kecamatan Selomerto, Wonosobo pada 1910. Kemudian Tari tradisional ini, dikembangkan Ki Hadi Soewarno pada dekade 1960-an.
Dilansir dari laman Kemdikbud.go.id, Tari Lengger memiliki ciri khas tersendiri, yakni membawakan cerita atau kisah tertentu. Mulai dari kisah percintaan, cerita rakyat, hingga masalah sosial sehari-hari. Tari Lengger mulanya berkembang sebagai salah satu tarian sakral bagi masyarakat Pegunungan Dieng.
Namun seiring perkembangannya Tari Lengger dapat dipentaskan pada saat acara-acara lainnya, seperti pernikahan adat, atau ruwatan rambut gimbal Dieng. Lengger berasal dari kata ‘le’ yang berarti anak laki-laki dan kata ‘eling ngger’ yang berarti ‘ingat nak’.
Kisah di Balik Tari Lengger
Ada beberapa versi mengenai asal-usul Tari Lengger ini, yang paling terkenal ialah kisah asmara Galuh Candra Kirana, yang merupakan putri dari seorang Prabu Lembu Ami Joyo yang memimpin Kerajaan Jenggolo Manik.
Sedangkan Panji Asmoro Bangun adalah putra dari seorang Prabu Ami Luhur yang memimpin Kerajaan Cenggolo Puro. Untuk mempererat hubungan dari kedua kerajaan ini maka Prabu Lembu Ami Joyo dan Parabu Ami Luhur sepakat menikahkan kedua anak mereka.
Namun sayangnya, pernikahan tersebut hampir gagal karena usaha Galuh Ajeng (anak Prabu Lembu Ami Joyo dari selirnya). Kemudian Galuh Candra Kirana harus keluar dari kerajaannya dan menjadi penari Lengger. Suatu saat, kelompok Tari Lengger Galuh Candra Kirana diundang untuk pentas di Kerajaan Cenggolo Puro oleh Panji Asmoro Bangun.
Kemudian Galuh Candra Kirana tampil di depan tunangannya, Galuh Candra Kirana memutuskan untuk membuka penyamarannya. Melihat kecantikan Galuh Candra Kirana, Panji Asmoro Bangun langsung jatuh cinta dan pada akhirnya pasangan ini menikah. Versi lain mengenai asal-usul Tari Lengger ini juga berkaitan dengan penyebaran agama Islam.
Konon cikal bakal Tari lengger diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Sunan kalijaga menggunakan Tari Lengger sebagai salah satu sarana untuk mengajarkan agama Islam. Sama seperti tari tradisional lainnya, Tari Lengger juga diiringi alunan musik dari alat musik tradisional seperti gambang, saron, kendang, gong, dan lainnya.
Tari Lengger juga berkembang di daerah Banyumas, Jawa Timur. Tari Lengger khas Banyumasan ini kerap disebut sebagai Tari Lengger Lanang. Kata Lengger dalam Tari Lengger khas Banyumas ini memiliki banyak arti.
Salah satunya menyebutkan kata Lengger berasal dari kata ‘le’ yang berarti anak laki-laki dan ‘ger’ yang berarti geger atau ramai. Menurut Jurnal Pantun Volume 1 Nomor 2 yang ditulis Sugeng Iman Hartanto, Tari Lengger Banyumas memiliki beberapa pengertian. Pertama Lengger merupakan istilah yang terdiri dari gabungan beberapa kata, yakni kata “Darani Léng Jêbulé Jénggér”.
Kalimat tersebut bila diartikan memiliki makna “dikira wanita ternyata laki-laki”. Maksud dari pengertian ini berkaitan dengan sejarah para penari Lengger. Dulunya Tari Lengger Banyumas hanya dimainkan oleh laki-laki saja, mereka juga berdandan layaknya seorang wanita.
Tujuannya untuk mengelabui para lelaki hidung belang, khususnya para antek-antek atau kompeni. Tindakan tersebut merupakan bentuk tipu muslihat yang dilakukan oleh para pejuang atau pemuka agama. Mereka tidak suka melihat perilaku tak senonoh yang dilakukan oleh para penjajah beserta antek-anteknya.
Misalnya, melakukan saweran atau memberi uang dengan memasukkannya ke dalam mêkak mêkak atau kemben. Kedua, ada juga yang berpendapat bahwa Lengger berasal dari kata “gelang-geleng gawe geger”. Artinya pada saat itu tarian Lénggér hanya ditarikan dengan menggerakan kepala yang sangat sederhana.
Kesenian Tari Lengger Lanang juga mengandung nilai kepercayaan dan ketaatan kepada ruh leluhur, nilai perjuangan, kejujuran, dan kemanusiaan. Kesenian Lengger yang sarat akan ritual pemujaan pada dasarnya memiliki tujuan untuk melaksanakan tradisi budaya setempat.
Pementasan Tari Lengger
Tari Lengger dipentaskan oleh 2 orang penari, yaitu laki-laki dan peempuan secara berpasangan. Ciri khas dari penari lengger laki-laki memakai topeng. Jumlah topeng yang digunakan penari laki-laki berjumlah 120 buah sesuai dengan jumlah tokoh dalam pewayangan Jawa.
Namun, tidak semua topeng digunakan dalam setiap pertunjukan. Digunakan atau tidaknya topeng dalam pertunjukan Tari Lengger sangat bergantung pada penimbal (pawang). Peran penimbal dalam tari ini sangatlah penting karena penimbal berperan seperti dalang dalam pertunjukan ini.
Sebelum tarian dimulai, penimbal akan menyerahkan sesaji dan membaca doa agar pertunjukan dapat berjalan lancar dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Setelah berdoa, penimbal akan mempersilakan para penari naik ke panggung. Kemudian penimbal akan mengatur topeng-topeng yang akan digunakan.
Sedangkan penari perempuan memakai pakaian adat dan didandani seperti putri keraton Jawa zaman dahulu. Penari Lengger perempuan juga lengkap menggunakan kemben dan selendang. Durasi Tari Lengger ini berkisar antara 10 menit dalam setiap babaknya.
Gerakan demi gerakan dalam tarian tradisional ini sangat beragam dan memiliki makna tersendiri. Seperti gerak Majeg yang berarti kemantapan dalam melakukan gerakan. Lalu Egolan yang melambangkan keerotisan wanita, lembehan lambang sikap pasrah kepada Tuhan.
Kemudian gerak untal tali yang melambang pertentangan baik dan buruk, dan kipatan yang melambang kewaspadaan. Berikutnya gerak penthangan lambang penyatuan tujuan, hingga gerak seblak sampur yang melambangkan menghalau unsur negatif. Tari Lengger diawali dengan pertunjukan kuda kepang yang dibawakan 4-10 penari laki-laki.
Berikutnya ada penyajian gending atau lagu tolak balak, yaitu gending Panggeran dan Lempung Gunung. Kemudian tokoh yang dituakan akan membakar kemenyan yang disusul gambyong lengger yang ditarikan 2-6 penari perempuan. Setelah prosesi itu selesai, maka akan masuk pada inti acara itu Lenggeran.
Lenggeran ini akan diiringi oleh 20 gending dan menjadi puncak pementasan dengan masuknya penari lengger laki-laki dan perempuan. Gending yang mengiringi antara lain Gending Sulasih, Kinayakan, Sontoloyo, Menyan Putih, Kebogiro, Gondhang Keli, hingga Jangkrik Genggong. Penari Lengger secara umum akan dirias berdasarkan karakter pada kisah yang dibawakan.