Calon Arang, Kisah Legenda yang Menjadi Asal-usul Leak di Bali
Calon Arang atau Calonarang merupakan cerita rakyat Bali yang diceritakan secara turun-temurun. Tidak jarang kisah Calon Arang dibawakan dalam drama maupun sendratari di Pulau Dewata.
Kisah Calon Arang juga memiliki hubungan dengan makhluk mitologi Leak. Bahkan dapat dikatakan kisah Calon Arang menjadi cerita asal-usul keberadaan Leak di Bali.
Menurut Toeti Heraty dalam buku Calon Arang: The Story of a Woman Sacrificed to Patriarchy (2012), Calon Arang merupakan seorang janda yang berasal dari Dusun Butuh, Desa Sukorejo, Kabupaten Kediri.
Diketahui kisah Calon Arang muncul pada masa pemerintahan Raja Airlangga. Kisah Calon Arang pertama kali disebutkan dalam prasasti Pucangan.
Kisah Calon Arang
Dikisahkan Calon Arang marah karena anak perempuannya yang bernama Ratna Manggali tidak kunjung ada yang melamar. Bahkan ketika Ratna Manggali sudah menginjak dewasa.
Pemuda-pemuda kala itu memang tidak memiliki keberanian untuk mempersunting Ratna Manggali yang berparas cantik, dikarenakan Calon Arang dikenal sebagai perempuan bengis.
Disebut-sebut, Calon Arang adalah penyihir sakti mandraguna yang menyembah Dewi Durga, dan dapat berubah menjadi Leak. Calon Arang memang mempelajari ilmu hitam untuk menuntut balas atas kematian suaminya yang belum diketahui siapa pelakunya.
Kematian suaminya juga diduga terkena ilmu hitam. Calon Arang murka ketika mengetahui tidak ada yang berani melamar Ratna Manggali. Dirinya pun menyebarkan petaka di kawasan Kerajaan Kediri.
Pada malam hari dirinya memerintah para muridnya yang bisa berubah menjadi Leak. Ia memerintahkan para Leak ini menyebarkan wabah mematikan yang sulit disembuhkan dan bisa membunuh siapa saja.
Melihat hal ini, Raja Airlangga akhirnya meminta Empu Bahula untuk menikah dengan putri Calon Arang, Ratna Manggali.
Raja Airlangga berharap, dengan pernikahan ini Calon Arang berhenti menebar teluh. Calon Arang terkekeh gembira mengetahui anaknya akan menikah. Maka, diadakanlah pesta pernikahan besar-besaran selama tujuh hari tujuh malam.
Pesta pora yang berlangsung itu sangat menyenangkan hati Calon Arang. Ratna Manggali dan Empu Bahula juga sangat bahagia. Terlepas dari niat semula Raja Airlangga, Ratna Manggali dan Empu Bahula benar-benar saling mencintai dan mengasihi.
Pesta pernikahan telah berlalu, tetapi suasana gembira masih meliputi desa Girah. Empu Bahula memanfaatkan saat tersebut untuk melaksanakan tugasnya. Di suatu hari, Empu Bahula bertanya kepada istrinya, menapa ibu mertuanya begitu sakti.
Ratna Manggali menjelaskan bahwa kesaktian Nyai Calon Arang terletak pada Kitab Sihir. Melalui buku itu, ia dapat memanggil Betari Durga. Kitab sihir itu tidak bisa lepas dari tangan Calon Arang, bahkan saat tidur, Kitab sihir itu digunakan sebagai alas kepalanya.
Empu Bahula segera mengatur siasat untuk mencuri Kitab Sihir. Tepat tengah malam, Empu Bahula menyelinap memasuki tempat peraduan Calon Arang.
Rupanya Calon Arang tidur terlalu lelap, karena kelelahan setelah selama tujuh hari tujuh malam mengumbar kegembiraannya.
Mpu Bahula memberikan buku sihir Calon Arang kepada gurunya Mpu Bharadah. Calon Arang yang mengetahui buku sihirnya dicuri, menjadi murka dan meneluh semua orang yang ditemuinya di Desa Girah. Hingga akhirnya bertemulah Mpu Bharadah dengan Calonarang di daerah Girah.
Mpu Bharadah memperingatkan Calon Arang agar menghentikan kutukannya kepada penduduk. Pertempuran yang dilakukan oleh Calon Arang dengan Empu Baradah berlangsung dengan sengit. Keduanya mengerahkan semua kemampuan, hingga Calon Arang akhirnya kalah.
Dirinya yang memuja Dewi Durga akhirnya tewas, tapi masih memegang ilmu-ilmu hitam atau ilmu Leak tersebut. Ilmu berubah menjadi Leak yang dimiliki oleh penyihir hebat itu dipercaya masih ada hingga sekarang.
Di kawasan Bali, konon masih ada beberapa oknum penduduk yang masih menggunakan ilmu hitam itu hingga sekarang.
Mereka mempelajari cara menjadi Leak untuk memiliki kekebalan fisik dan bisa melakukan apa saja yang mereka mau. Praktik Leak sebagai ilmu sekaligus hantu, hingga kini masih dijumpai di berbagai tempat di Pulau Dewata itu.
Dr Komang Indra Wirawan menulis dalam buku Calonarang: Ajaran Tersembunyi di Balik Tarian Mistis (2018), ilmu sihir Bali yang dibedakan tingkatan dan jenisnya menurut kekuataan dan pengetahuan pemilik ilmu tersebut.
Diketahui ada dua jalur ilmu di Bali, pengiwa (jalur kiri/black magic) dan penengen (jalur kanan/white magic). Disebutkan pula bahwa ilmu-ilmu pengiwa ini harus selalu dirahasiakan, karena bila mampu merahasiakan pada seratus kelahiran (reinkarnasi). Pelakunya akan selalu menemui kebebasan tertinggi.
Kisah Calon Arang dan pertarungannya ini kemudian diangkat dalam seni tari Barong. Tarian Barong pun memiliki banyak versi.
Salah satu versi yang sederhana dan ringkas adalah tari Barong Rangda yang dipentaskan secara rutin di atas panggung kompleks ampiteater Garuda Wisnu Kencana (GWK).