Rumus Debt to Equity Ratio dan Cara Membaca Hasilnya
Tidak hanya melalui hasil penjualan dan kualitas SDM-nya, identifikasi kesehatan suatu perusahaan juga dapat dilihat dari laporan keuangan internal. Sebab, Laporan keuangan akan memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi keuangan perusahaan tersebut.
Salah satu aspek dari laporan keuangan yang perlu dipahami, adalah debt to equity ratio (DER). Secara umum, DER merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya. Semakin rendah rasio DER, maka akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk dapat memenuhi semua kewajibannya.
Singkatnya, DER adalah indikator untuk melihat sehat atau tidaknya suatu perusahaan. Rasio DER juga sering dikenal sebagai rasio leverage atau rasio pengungkit. Sedangkan rasio pengungkit yaitu rasio yang digunakan untuk melakukan pengukuran dari suatu investasi yang terdapat di perusahaan.
Rumus Debt to Equity Ratio
Dikutip dari laman accurate.id, begini cara menghitung Debt to Equity Ratio yang memerlukan rumus tersendiri. Rumusn DER adalah:
Debt to Equity Ratio (DER) = Total Utang / Ekuitas
Dengan catatan:
- Utang atau yang disebut dengan liabilitas adalah kewajiban yang harus dibayar perusahaan secara tunai kepada pihak pemberi utang dalam jangka waktu tertentu. Dilihat dari jangka waktu pelunasannya, utang dibagi menjadi kewajiban lancar, kewajiban jangka panjang, dan kewajiban lain-lain.
- Ekuitas atau equity adalah hak milik perusahaan atas aset atau aktiva perusahaan yang merupakan kekayaan bersih. Ekuitas terdiri atas setoran pemilik perusahaan dan sisa laba ditahan.
Kewajiban lancar atau utang lancar adalah bentuk kewajiban yang lebih bersifat jangka pendek, dan cenderung masih dianggap suatu hal yang biasa. Umumnya, utang lancar merupakan utang perusahaan yang lebih menyangkut tentang kegiatan operasional perusahaan dan bersifat jangka pendek, seperti utang pada pihak supplier, membayar gaji, atau utang pembelian suatu alat untuk memenuhi kegiatan produksi.
Kewajiban jangka panjang adalah jenis utang yang termasuk berbahaya dan ada baiknya dihindari oleh pihak perusahaan. Umumnya, utang jangka panjang memiliki nominal dan bunga yang besar, seperti pinjaman dari bank atau pihak lain.
Saat kewajiban lancar ternyata lebih besar daripada kewajiban panjang, maka hal tersebut masih bisa dianggap wajar. Namun, jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka hal tersebut bisa menjadi tanda perusahaan yang tidak sehat.
Bila kewajiban jangka panjang lebih besar nilainya daripada kewajiban lancar, maka ancaman yang akan terjadi pada perusahaan adalah adanya gangguan likuiditas.
Cara Membaca DER Perusahaan
Berikut ini adalah cara membaca rasio DER, agar dapat mengetahui apakah hasil penghitungan DER tersebut masuk ke dalam kategori baik atau tidak bagi perusahaan.
- Nilai DER di bawah atau sama dengan 100% atau 1, maka kondisi perusahaan masuk dalam kategori sehat. Penyebabnya, jika perusahaan mengalami gagal bayar, maka ekuitas perusahaan terbukti mampu membayar utang-utang tersebut.
- Investor memiliki peluang untuk mendapatkan hasil penjualan ekuitas tersebut dari sisa pembayaran utang yang dilakukan. Akan tetapi, Investor baru bisa mendapatkan haknya setelah pemberi utang dan pemilik saham preferen.
- Nilai DER di atas 100% atau 1, maka kondisi perusahaan masuk dalam kategori warning. Jika kamu menemui perusahaan dengan jenis ini, perhatikan laporan keuangannya, dari mana sumber utangnya berasal, hutang bank, obligasi, atau utang usaha.
Apabila utangnya berasal dari utang bank atau obligasi, maka kondisi perusahaan masuk dalam kategori warning. Namun jika utangnya berasal dari utang usaha, maka kondisi perusahaan tersebut baik-baik saja.
- Nilai DER di atas 200% atau 2, maka kondisi perusahaan sudah beresiko tinggi. Perusahaan yang memiliki rasio DER di atas 200% sangat rawan dengan berbagai macam resiko, salah satunya disebabkan oleh sentimen nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan kenaikan suku bunga bank.
Perusahaan jenis ini banyak ditemui pada bursa saham Indonesia.
DER Tidak Cocok untuk Perbankan
Penyebab DER tidak cocok untuk perbankan adalah karena tabungan dari para nasabah dimasukkan ke dalam pos utang atau kredit. Semakin tinggi dana tabungan masyarakat, semakin tinggi pula DER saham perbankan tersebut.
Tidak mengherankan apabila perusahaan perbankan memiliki jumlah DER di atas 6 kali (600%) atau bahkan lebih. Itulah alasannya, perhitungan DER tidak bisa digunakan pada perusahaan perbankan.
Bisa dikatakan bahwa nilai DER yang semakin tinggi mempunyai dampak buruk terhadap kinerja perusahaan, karena tingkat utang yang semakin tinggi. Hal ini menandakan beban bunga perusahaan akan semakin besar dan mengurangi profit.
Nilai Debt to Equity Ratio (DER) di bawah angka 1 mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki hutang yang lebih kecil dari modal (ekuitas) yang dimilikinya. Apabila nilai DER mengalami minus, maka perusahaan mengalami akumulasi kerugian yang melebihi jumlah ekuitasnya.
Ketentuan Perhitungan DER untuk Perpajakan
Pemerintah juga mengeluarkan ketentuan mengenai besarnya DER. Aturan tersebut, termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh).
Peraturan tersebut mencakup beberapa hal penting, di antaranya:
- Ketentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal (DER) berlaku bagi Wajib Pajak Badan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia yang modalnya terbagi atas saham-saham.
- Utang dan modal dihitung dari saldo rata-rata pada satu tahun pajak atau bagian tahun pajak yang bersangkutan.
- Besarnya perbandingan utang dan modal paling tinggi empat banding satu (4:1).
- Terdapat pengecualian DER tersebut terhadap beberapa kelompok Wajib Pajak, antara lain, bank, lembaga pembiayaan, asuransi dan reasuransi, pertambangan dan yang atas seluruh penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan wajib pajak yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur
- Dalam hal DER melebihi 4:1 maka biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan adalah sebesar biaya pinjaman sesuai dengan rasio 4:1.
- Biaya pinjaman meliputi bunga pinjaman, diskonto dan premium serta biaya tambahan terkait pinjaman, beban keuangan dalam sewa pembiayaan, imbalan karena jaminan pengembalian utang dan selisih kurs dari pinjaman mata uang asing.
- Dalam hal wajib pajak mempunyai saldo ekuitas nol atau kurang dari nol, maka seluruh biaya pinjaman tidak dapat diperhitungkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak.
- Ketentuan baru ini berlaku sejak tahun pajak 2016.
- Ketentuan pelaksanaan lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Secara garis besar, debt to equity ratio merupakan salah satu indikator yang penting untuk melihat perekonomian suatu perusahaan. Debt to equity ratio dapat menunjukkan tingkat kemandirian finansial perusahaan berkaitan dengan utang.