Biografi Achmad Soebardjo dan Perannya dalam Kemerdekaan Indonesia
Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, ada beberapa tokoh pahlawan yang masih dikenal hingga saat ini seperti Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, hingga Sayuti Melik.
Selain nama-nama tersebut, ada juga tokoh penting lainnya yang terlibat. Salah satunya, adalah Achmad Soebardjo. Meski tidak sepopuler tokoh-tokoh lainnya, namun beliau memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia, terutama menjelang proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Untuk lebih mengenal tentang beliau, berikut di bawah ini biografi Achamd Soebardjo dan perannya dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Biografi Achmad Soebardjo
Berikut ini biografi Achmad Soebardjo, salah satu tokoh perumus Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang telah dirangkum dari berbagai sumber.
Latar Belakang Keluarga Achmad Soebardjo
Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo lahir pada tanggal 23 Maret 1896 di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat. Sewaktu kecil, Achmad Soebardjo diberi nama Teuku Abdul Manaf oleh kedua orang tuanya.
Namun rekan ayahnya, Raden Mas Said, mengusulkan agar dirinya dinamakan dengan nama Jawa, yaitu Soebardjo. Kemudian kakek dari pihak ibunya menambahkan nama Achmad di depan nama Soebardjo, sehingga namanya menjadi Achmad Soebardjo.
Nama Djojoadisoerjo sendiri baru ditambahkan ketika beliau ditahan di penjara Ponorogo karena Peristiwa 3 Juli 1946.
Beliau adalah putra dari pasangan Teuku Muhammad Yusuf dan Wardinah. Sang ibu adalah putri dari camat di Telukagung, Cirebon keturunan Jawa-Bugis yang berasal dari Jawa Tengah. Sedangkan sang ayah merupakan keturunan bangsawan Aceh dari Pidie yang bekerja sebagai pegawai pemerintahan dengan jabatan mantri polisi di wilayah Teluk Jambe, Karawang.
Kakek dari pihak ayahnya adalah seorang ulèëbalang (kepala pemerintah dalam Kesultanan Aceh yang memimpin sebuah wilayah setingkat kabupaten) dan ulama di wilayah Lueng Putu.
Achmad Soebardjo merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Saudara perempuan beliau yang pertama bernama Siti Chadijah, saudara perempuannya yang nomor dua bernama Siti Alimah, dan saudara laki-lakinya bernama Abdul Rachman.
Riwayat Pendidikan dan Organisasi Achmad Soebardjo
Ia mendapat pendidikan di Batavia, mulai dari Europeesche Lagere School-ELS di Kwitang, kemudian pindah ke ELSB di Pasar Baru.
Selesai dari ELS, Soebardjo melanjutkan pendidikannya di Prince Hendrik School (Sekolah Pangeran Hendrik), dan kemudian pindah ke sekolah Koning William III (KW III) di Salemba. Soebardjo menamatkan pendidikan HBS Koning Willem III (KW III) pada tahun 1917.
Pada tahun itu juga Soebardjo bergabung dengan Tri Koro Darmo organisasi pemuda di bawah naungan Boedi Utomo sebelum melanjutkan pendidikannya ke negeri Belanda.
Sejak masih menjadi mahasiswa, Achmad Soebardjo sudah aktif mengikuti organisasi perjuangan kemerdekaan Indonesia seperti Jong Java dan Persatuan Mahasiswa Indonesia di Belanda.
Pada Februari 1927, beliau menjadi wakil Indonesia pada persidangan antarbangsa “Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah” yang pertama di Brusless dan Jerman bersama Mohammad Hatta dan para ahli gerakan-gerakan.
Saat kembali ke tanah air, Soebardjo aktif menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Keterlibatan Achmad Soebardjo pada Peristiwa Rengasdengklok
Achmad Soebardjo merupakan salah satu tokoh yang terlibat juga dalam persiapan kemerdekaan Indonesia dimana beliau bergabung dalam BPUPKI. Namun ketegangan akan Golongan Muda dan Golongan Tua berujung dengan terjadinya Peristiwa Rengasdengklok.
Pada 16 Agustus pagi, Soebardjo yang mengetahui bahwa Soekarno dan Hatta telah diculik dan segera menemui Wikana. Hal ini karena hari itu anggota-anggota PPKI akan mengadakan rapat mengenai pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia pukul 10.00 WIB.
Soebardjo kemudian mendapatkan informasi keberadaan Soekarno dan Hatta segera menyusul ke Rengasdengklok. Dihadapan Komandan PETA Rengasdengklok Cudanco Subeno, Soebardjo bisa meyakinkan mereka bahwa proklamasi akan segera dilaksanakan. Pada malam harinya, Soebardjo bisa membawa Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta.
Keterlibatan Achmad Soebardjo pada Perumusan Naskah Proklamasi
Perundingan terkait proklamasi berlanjut di rumah Rumah perwira tinggi Angkatan Laut Jepang di Indonesia Laksamana Tadashi Maeda, yang berada di Jalan Meiji Dori (Jalan Imam Bonjol Nomor 1), Jakarta Pusat.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 dini hari, disepakati bahwa proklamasi kemerdekaan akan tetap dilaksanakan tanpa persetujuan Angkatan Darat Jepang. Ketika Soekarno dan Hatta, akan menyusun teks proklamasi, Soebardjo juga dilibatkan dalam diskusi ini.
Soekarno menuliskan kutipan teks dari bab pembukaan UUD yang diucapkan Soebardjo yang kemudian digunakan di dalam teks awal proklamasi. Selanjutnya, diskusi terjadi untuk membenahi beberapa istilah di dalam teks proklamasi sebelum akhirnya diketik.
Teks proklamasi yang sudah diketik itulah yang akhirnya dibacakan di peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur No. 56 pada 17 agustus 1945 pukul 10.00.
Meskipun terlibat dalam penyusunannya, Achmad Soebardjo diketahui tidak hadir dalam peristiwa penting tersebut karena ingin beristirahat setelah dua hari diliputi suasana tegang.
Karier Achmad Soebardjo Setelah Kemerdekaan
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soebardjo dilantik menjadi Menteri Luar Negeri RI pertama untuk mengisi Kabinet Presidensial yang dipimpin oleh Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta selaku wakil presiden.
Namun jabatan beliau sebagai Menteri Luar Negeri RI hanya berlangsung hingga 14 November 1945. Tugasnya kemudian dilanjutkan oleh Soetan Sjahrir, yang merupakan Perdana Menteri pertama RI.
Soebardjo kembali menjabat menjadi Menteri Luar Negeri RI pada periode 1951–1952. Kemudian antara tahun 1957–1961, Soebardjo menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Swiss.
Dalam bidang pendidikan, Soebardjo adalah seorang profesor dalam bidang Sejarah Perlembagaan dan diplomasi Republik Indonesia di Fakultas Kesusasteraan, Universitas Indonesia.
Wafatnya Achmad Soebardjo dan Pengangkatannya Sebagai Pahlawan Nasional
Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo meninggal dunia dalam usia 82 tahun, tepatnya pada 15 Desember 1978 di Rumah Sakit Pertamina, Kebayoran Baru. Penyebab kematiannya yakni flu yang kemudian menimbulkan komplikasi. Beliau dimakamkan di Cipayung, Bogor.
Pemerintah kemudian mengangkat almarhum Achmad Soebardjo sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 2009.