Biografi Pangeran Antasari, Pemimpin Kesultanan Banjar
Pangeran Antasari Pahlawan Nasional Indonesia, yang berasal dari Kalimantan Selatan. Ia berperan penting dalam perang Banjar melawan Belanda.
Atas kepahlawanannya dalam melawan Belanda, Pangeran Antasari dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia melalui SK No. 06/TK/1968.
Biografi Singkat Pangeran Antasari
Mengutip dari direktoratk2krs.kemsos.go.id, Pangeran Antasari lahir tahun 1809 di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar. Beliau meninggal dunia di usia 53 tahun.
Pangeran Antasari wafata pada 11 Oktober 1862 di Kampung Bayan Begok, Sampirang, Barito Utara, Kalimantan Tengah. Lokasi makam pangeran Antasari berada di Jalan. Malkon Temon, Banjarmasin.
Berdasarkan SK No. 06/TK/1968 oleh pemerintah Republik Indonesia, tanggal 23 Maret 1969 Pangeran Antasari diberi gelar Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan.
Ayah Pangeran Antasari adalah Pangeran Masohut (Mas’ud) bin Pangeran Amir, sedangkan nama ibunya Gusti Khadijah binti Sultan Sulaiman.
Pangeran Antasari adalah pemimpin tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar). Gelarnya yaitu Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.
Pangeran Antasari juga menjadi panglima perang, pemuka agama tertinggi, dan pemimpin pemerintahan.
Perjuangan Pangeran Antasari
Mengutip dari buku Mengenal Pahlawan Indonesia, Pangeran Antasari merupakan sepupu Sultan Hidayatullah Khalilullah. Meski memiliki hubungan kekerabatan dengan Sultan Hidayatullah, sosok Pangeran Antasari sebelumnya tidak dikenal Belanda, karena tidak terlihat dalam lingkungan Istana Martapura, yang merupakan ibu kota Kesultanan Banjar.
Sebelumnya, pemimpin Kesultanan Banjar adalah Sultan Adam, yang telah melakukan hubungan diplomatik dengan Belanda. Ketika Sultan Adam wafat pada 1857 terjadi krisis suksesi kepemimpinan Kesultanan Banjar. Penyebabnya adalah, pihak Belanda menghendaki Tamdjid Illah sebagai penerus. Namun, hal ini bertentangan dengan wasiat Sultan Adam, yang menghendaki Pangeran Hidayatullah sebagai penerusnya.
Campur tangan Belanda dalam Kesultanan Banjar semakin menguat. Terlihat dari pengangkatan Tamdjid Illah sebagai pemimpin, dengan gelar Sultan Tamjidillah. Pengangkatan secara sepihak ini menimbulkan pertentangan, karena berlawanan dengan norma yang berlaku di Istana Martapura dan wasiat Sultan Adam.
Oleh karena itu, rakyat Banjar mengadakan perlawanan yang dipimpin oleh Sultan Hidayatullah, yang merupakan pewaris sah Kesultanan Banjar. Setelah Sultan Hidayatullah ditangkap Belanda kemudian diasingkan ke Cianjur, Pangeran Antasari kemudian naik tahta menjadi pemimpin dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.
Di bawah kepemimpinan Pangeran Antasari, perlawanan Kesultanan Banjar berlanjut menjadi perang, yang dikenal dengan nama Perang Banjar, yang berlangsung sejak 1859 hingga 1905. Perang dimulai dari serangan Pangeran Antasari terhadap tambang batu bara milik Belanda di Pengaron pada 25 April 1859.
Setelah itu, serangan terus dilakukan terhadap pos-pos Belanda yang tersebar di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, dan Tabalong. Merespons serangan ini, Belanda mengerahkan pasukan bantuan dari Batavia, yang dilengkapi dengan persenjataan modern.
Serangan balasan dari Belanda ini membuat pasukan Pangeran Antasari semakin terdesak, hingga wilayah Muara Teweh. Di wilayah inilah, Pangeran Antasari membentuk pemerintahan darurat Kesultanan Banjar.
Mengutip Historia.id, segala cara telah dilakukan oleh Belanda untuk menaklukan Pangeran Antasari, namun gagal. Salah satu upaya yang pernah dilakukan adalah membujuk kerajaan-kerajaan di Kalimantan untuk membantu melawan Pangeran Antasari. Namun, upaya ini gagal, karena pasukan Pangeran Antasari tergolong mahir menerapkan taktik bertahan, serta selalu menjalankan strategi gerilya.
Meski terdesak, hingga akhir hayatnya Pangeran Antasari tidak bisa ditaklukan oleh Belanda. Pangeran Antasari wafat pada 11 Oktober 1862, di usia 53 tahun karena terserang penyakit paru-paru dan cacar.
Perjuangan Pangeran Antasari kemudian dilanjutkan oleh anaknya, yaitu Sultan Muhammad Seman dan Pangeran Muhammad Said. Di bawah kepemimpinan Sultan Muhammad Seman, rakyat Banjar terus melakukan perlawanan kepada Belanda.
Perang Banjar secara resmi berakhir dengan gugurnya putra Pangeran Antasari, Sultan Muhammad Seman saat mempertahankan Benteng Baras Kuning dari serangan Belanda, pada 24 Januari 1905.